Delegasi Rusia Diam-Diam ke Myanmar
Media lokal melaporkan tujuan kunjungan tampaknya terkait angkatan laut
REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sebanyak 20 delegasi Rusia melakukan kunjungan rahasia ke Myanmar seminggu sebelum Pemimpin Junta Min Aung Hlaing berkunjung ke Moskow.
Media lokal Myanmar Now melaporkan pada Selasa (6/7), tujuan kunjungan yang berlangsung pada 13-19 Juni tersebut tidak jelas. Namun, Myanmar Now mengungkapkan kunjungan tersebut tampaknya terkait urusan angkatan laut karena dipimpin oleh Wakil Panglima Angkatan Laut Rusia Wakil Laksamana Vladimir Lvovich Kasatonov.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Myanmar Now, sembilan delegasi, termasuk wakil laksamana, mengunjungi Naypyitaw selama satu malam untuk bertemu dengan angkatan laut Myanmar.
Alexander Basov, seorang perwakilan dari eksportir senjata milik negara Rusia, Rosoboronexport, ikut mengunjungi ibu kota Myanmar tersebut. Sementara, Min Aung Hlaing menghabiskan waktu satu minggu di Rusia sejak 20 Juni. Ini merupakan perjalanan kedua Min Aung Hlaing ke luar negeri sejak memimpin kudeta pada 1 Februari.
Di Rusia, Min Aung Hlaing menghadiri Konferensi Keamanan Internasional Moskow, bertemu dengan pejabat senior militer Rusia, mengunjungi sekolah pelatihan militer dan kantor pusat Rosoboronexport.
Min Aung Hlaing juga bertemu dengan Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu dan mengucapkan terima kasihnya atas dukungan Rusia terhadap angkatan bersenjata Myanmar.
“Berkat Rusia, tentara kami telah menjadi salah satu yang terkuat di kawasan,” kata Min Aung Hlaing menurut kantor berita Rusia.
Di sisi lain, Shoigu mengatakan Myanmar adalah sekutu yang dapat diandalkan dan berpendapat kerja sama militer merupakan komponen penting dalam hubungan antara kedua negara. Kunjungan Min Aung Hlaing dilakukan setelah Majelis Umum PBB menyerukan negara-negara anggota untuk "mencegah aliran senjata" ke Myanmar.
Resolusi itu, yang tidak sampai menyerukan embargo senjata global, juga menuntut militer "segera menghentikan semua kekerasan terhadap demonstran damai." Resolusi itu disetujui oleh 119 negara, dengan 36 abstain termasuk China, sekutu utama Myanmar, dan Rusia. Hanya satu negara, Belarus, yang menentangnya.
Hubungan pertahanan kedua negara berkembang beberapa tahun belakangan, di mana Rusia menjadi sekutu dan pemasok senjata utama ke militer Myanmar. Hubungan dekat antara Rusia dan Myanmar turut terlihat dari kunjungan Menteri Pertahanan Shoigu ke Myanmar pada akhir Januari atau seminggu sebelum kudeta militer.
Dalam pertemuan itu, kedua negara menandatangani kontrak pembelian sistem rudal, drone pengintai, serta fasilitas radar Rusia.
Menyusul perjanjian tersebut, militer Myanmar mengimpor perlengkapan radar senilai 14,7 juta dolar AS (sekitar Rp 212,9 miliar) pada Februari. Rusia juga akan mengirimkan enam jet tempur Su-30 pada tahun ini, yang akan menjadi pesawat tempur paling canggih tentara Myanmar.
Myanmar diguncang kudeta militer pada 1 Februari dengan menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi. Militer berdalih pemilu yang mengantarkan Suu Kyi terpilih dengan suara terbanyak penuh kecurangan. Berdasarkan pemantauan kelompok masyarakat sipil, sebanyak 894 orang tewas sejak kudeta militer di Myanmar.