Pembunuh Wanita Keturunan Asia-Amerika Dihukum Seumur Hidup
Robert Aaron Long menembaki para wanita keturunan Asia dan diduga bermotif SARA
REPUBLIKA.CO.ID, CANTON -- Tersangka pembunuhan delapan orang di Atlanta, Amerika Serikat (AS) Robert Aaron Long dinyatakan bersalah atas empat pembunuhan dan dihukum seumur hidup. Sebagian besar korban pembantaiannya adalah perempuan keturunan Asia.
Long yang berusia 22 tahun menghadapi tuntutan hukuman mati untuk empat pembunuhan lainnya yang disidang di county yang berbeda. Pembantaian di tiga pusat bisnis bulan Maret lalu memicu kemarahan dan ketakutan warga Asia-Amerika.
Pasalnya warga keturunan Asia sudah menghadapi rasisme dan kekerasan selama pandemi virus corona. Banyak pihak yang marah ketika pihak berwenang mengatakan kejahatan Long tidak bermotif rasial tapi karena adiksi seks, gangguan mental yang tidak diakui sebagai penyakit jiwa.
Awalnya jaksa Cherokee County mengajukan hukuman mati tapi memutuskan membuat kesepakatan dengan tim pembela dan menghindari putusan banding yang panjang. Pada Rabu (28/7) Jaksa Distrik Cherokee Shannon Wallace mengatakan hal itu yang diinginkan korban dan keluarga korban yang bisa dihubungi.
"Sebagian diri saya meninggal bersamanya pada hari itu, saya hancur," kata Bonnie Michels yang suaminya bernama Paul menjadi korban pertama pembantaian Long, pada hakim.
Korban luka yang ditembak di wajah, Elcias Hernandez Ortiz, juga memberikan kesaksian di pengadilan. Ia mengatakan penembakan tersebut berdampak sangat buruk bagi keluarganya.
"Sejujurnya, orang ini, mengapa ia tidak berpikir sebelum membunuh begitu banyak orang? Saya hanya menginginkan keadilan," katanya melalui penerjemah bahasa Spanyol.
Pada 16 Maret, Long menembak dan membunuh empat orang. Tiga di antaranya perempuan dan dua orang keturunan Asia di panti pijat Youngs Asian Massage di Cherokee County. Orang kelima terluka.
Long lalu pergi ke Atlanta di mana ia menembak dan membunuh tiga orang perempuan di Gold Spa lalu menyeberang ke Aromatherapy Spa dan membunuh satu orang lagi. Semua korbannya di Atlanta adalah perempuan keturunan Asia.
Jaksa Distrik Fulton County Fani Willis mengatakan ia ingin mengajukan hukuman mati. Selain pembunuhan, Long didakwa kekerasan dengan senjata api dan terorisme domestik.
Wallace menegaskan penyidik di Cherokee County tidak menemukan bukti kejahatan bermotif ras. Long berjalan ke spa pertama dan 'menembak siapa pun dan semua orang yang ia lihat'. Pada polisi ia mengakui motif pembunuhannya adalah adiksi seks.
"Ini bukan jenis kejahatan kebencian," kata Wallace yang berkulit putih.
Ia mengatakan penyidik mewawancara orang-orang yang mengenal Long selama bertahun-tahun termasuk tiga orang perempuan keturunan Asia. Menurutnya mereka tidak pernah mendengar Long membuat pernyataan rasis. Timnya juga mempertimbangkan keragaman orang yang ditembak di Cherokee County.
Seorang laki-laki Hispanik, laki-laki kulit putih, dan perempuan kulit putih juga jadi korban penembakan. Pemimpin-pemimpin masyarakat Asia Amerika mengatakan mereka khawatir penembakan tersebut dianggap tidak bermotif ras tapi adiksi seks.
House of Representative Negara Bagian Georgia Bee Nguyen mengatakan kejahatan Long 'mengincar orang Asia terutama perempuan Asia'. Nguyen adalah warga Vietnam-Amerika pertama yang menjabat di House Negara Bagian Georgia dan kerap mengadvokasi masyarakat dan perempuan minoritas.
Wallace mengatakan di pengadilan ia sudah mengatakan kejahatan Long bermotif gender tapi ia tidak memperpanjang kalimatnya.
Jaksa di Fulton County di mana semua korbannya adalah perempuan keturunan Asia mengatakan mereka yakin kejahatan Long bermotif ras dan gender. Mereka berencana mengajukan dakwaan kejahatan kebencian.
Kejahatan kebencian di Georgia tidak menjadi satu dakwaan sendiri. Setelah sebuah kejahatan divonis, juri akan menentukan apakah kejahatan itu bermotif kebencian atau tidak. Jika bermotif kebencian maka terdakwa diberi hukuman tambahan.
Asosiasi Psikiatri Amerika tidak mengakui adiksi seks sebagai gangguan mental. Psikolog klinis dan penulis buku The Myth of Sex Addiction, David Ley, mengatakan walaupun beberapa orang kesulitan mengendalikan perilaku seksualnya tapi hal itu kerap dikaitkan dengan pandangan moral dan gangguan mental lain.