AS Jual Helikopter Militer ke Israel
Kesepakatan penjualan itu mencapai Rp 48,96 triliun.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri AS telah menyetujui potensi penjualan 18 helikopter angkat berat ke Israel. Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Jumat (30/7), kesepakatan penjualan itu mencapai 3,4 miliar dolar AS atau setara Rp 48,96 triliun (kurs Rp 14.400 per dolar AS).
Menurut pernyataan itu, Israel akan menerima 18 helikopter angkut berat CH-53K untuk menggantikan skuadron Yasur yang sudah tua. Ini juga akan mencakup mesin, sistem navigasi, persenjataan, peralatan pendukung, suku cadang dan dukungan teknis.
"AS berkomitmen mengedepankan keamanan Israel, dan sangat penting bagi kepentingan nasional AS untuk membantu Israel mengembangkan dan mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang kuat dan siap," ujar pernyataan pemerintah AS, dilansir Middle East Monitor, Ahad (1/8).
Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mengatakan, pembelian helikopter buatan AS sangat penting untuk meningkatkan kemampuan militer Israel dalam melakukan berbagai operasi. Surat kabar Israel Haaretz melaporkan, Lockheed Martin Corp dan Israel General Electric Co adalah kontraktor utama dari kesepakatan tersebut.
"Keputusan itu dibuat setelah penilaian profesional yang mencakup penerbangan uji di semua pesawat yang diusulkan, serta pemeriksaan menyeluruh terhadap berbagai alternatif dalam hal teknik, teknologi, pemeliharaan, dan pertimbangan lainnya," ujar Gantz.
Pada Februari, Israel mengumumkan bahwa mereka akan membeli satu skuadron CH-53K untuk menggantikan armada helikopter Yasur di Pangkalan Udara Tel Nof. Pada Rabu (28/7) House of Representative AS meloloskan Undang-Undang Alokasi Negara Bagian, Operasi Luar Negeri dan Program Terkait tahun fiskal 2022, yang menyediakan dana untuk kepentingan luar negeri AS tahun mendatang.
The Jewish News Syndicate melaporkan bahwa, RUU tersebut disarankan oleh organisasi pro-Israel. Dalam RUU itu mencakup bantuan keamanan ke Israel senilai 3,3 miliar dolar AS, sebagai salah satu ketentuan utamanya yang diuraikan dalam Nota Kesepahaman (MOU) pada 2016 antara kedua negara.