Awas Dosa Besar Pungli!

Praktik pungli bagian dari korupsi.

Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Awas Dosa Besar Pungli!
Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktik pungutan liar (pungli) belakangan ini menjadi sorotan pemerintah, terutama setelah pungli atas bantuan sosial ditemukan oleh Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini di Kota Tangerang.

Baca Juga


Pemerintah pusat pun menegaskan sangat serius mengupayakan pemberantasan pungli di semua lapisan pelayanan masyarakat. Praktik pungli dan korupsi tampaknya kerap terjadi dalam penyaluran bantuan sosial. Pelaku tidak memiliki rasa bersalah saat memotong bantuan yang seharusnya didapatkan oleh mereka yang berhak.

Dalam pandangan Islam, tentu praktik ini tidak diperbolehkan. Lantas, bagaimana hukum bagi praktik pungli bantuan sosial?

Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Miftahul Huda, mengatakan praktik pungli adalah salah satu bentuk korupsi. Sementara korupsi adalah salah satu bentuk sikap tidak amanah terhadap jabatan yang dimiliki.

MUI telah mengeluarkan fatwa tentang risywah (suap), ghulul (korupsi), dan pemberian hadiah (gratifikasi) dalam Munas ke-4 pada 2000. "Korupsi adalah perbuatan dosa besar," kata Kyai Miftah, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Rabu (4/8).  

 

Dalam surat Al Anfal ayat 27 dinyatakan, terdapat larangan berkhianat terhadap harta milik negara. "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui."

Selanjutnya dalam ayat yang lain, yakni pada surat Al-'imran ayat 161, disebutkan barang siapa yang melakukan korupsi, maka harta yang dikorup akan dipanggulnya nanti di hari kiamat.

Selain ayat Alquran, Kepala Pengasuh Pondok Pesantren Al-Nahdlah Depok, Jawa Barat ini menuturkan banyak dalil dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang melaknat perbuatan korup. "Korupsi adalah bentuk penipuan dan perilaku tidak jujur, dan barang siapa menipu maka tidak diakui sebagai umatnya Nabi Muhammad SAW," ujarnya.

Kyai Miftah mengatakan harta dari hasil korupsi tentu haram untuk dikonsumsi, karena itu termasuk memakan harta dengan cara tidak benar. Hal ini telah dinyatakan dalam Alquran, salah satunya dalam surat Al-Baqarah ayat 188.

 

"Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler