Ketum MUI Ingatkan 3 Tugas Ulama di Depan Para Mufti Dunia

Ketum MUI KH Miftachul Akhyar menekankan tugas vital ulama

dok. Istimewa
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Miftachul Akhyar mendapatkan kesempatan menjadi salah satu pembicara dalam Konferensi Fatwa Internasional ke-6 yang digelar Dâr Al Iftâ
Rep: Ali Yusuf Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID KAIRO -- Konferensi Fatwa Internasional ke-6 yang digelar Dâr Al Iftâ' Mesir di Kairo, awal pekan ini, menjadi ajang para mufti dunia untuk bertemu dan membahas berbagai persoalan yang berkembang di tengah masyarakat dunia. 

Baca Juga


Dari catatan panitia, konferensi kali ini dihadiri mufti dan delegasi lembaga fatwa dari 85 negara. Bisa jadi, acara ini adalah konferensi ulama terbesar yang digelar selama pandemi Covid-19. 

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Miftachul Akhyar mendapatkan kesempatan menjadi salah satu pembicara. Kiai yang dikenal sebagai sosok rendah hati ini diminta mengawali sesi panel yang dipandu Menteri Agama Pakistan Noor-ul-Haq Qadri, Selasa (3/8) pagi waktu Kairo. 

Selain Kiai Miftach, sesi panel tersebut diisi Sekretaris Jenderal Darul Fatwa Australia Syekh Salim Ulwan Al-Husayni, Sekretaris Jenderal Urusan Islam Republik Ghana Syeikh Ali Jamal Banghûro, Menteri Wakaf Yaman Syekh Mohamed Ahmed Shabiba, Mufti Republik Kosovo Syekh Nuaim Trenova, Mufti Rwanda Syekh Salim Hatimana, Mufti Macedonia Syekh Syakir Fatahu, dan Mufti Estonia Syekh Ildar Hazrat Muhammedshin. 

Dalam paparannya, Kiai Miftach mengingatkan para mufti dunia terhadap tanggung jawab mereka sebagai ulama. "Semua manusia dalam keadaan mabuk, kecuali para ulama. Dan para ulama pun dalam keadaan bingung, kecuali mereka yang mengamalkan ilmunya," ujar Kiai Miftach mengawali paparannya di hadapan para mufti. 

Kiai Miftach menyampaikan tiga tanggung jawab yang layaknya dimiliki seorang ulama. Pertama adalah tanggung jawab kepada diri sendiri. Kedua, tanggung jawab kepada umat dan bangsa. Dan terakhir, tanggung jawab kepada Allah SWT. 

"Kita perlu menghidupkan kembali mas’uliyah (rasa tanggung jawab) para ulama yang semakin menipis terhadap ketiga hal tersebut," ujar Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini.  

Mengutip sahabat Nabi Muhammad SAW, Ibnu Mas'ud, Kiai Miftach mengingatkan, seandainya para ahli ilmu menjaga ilmu mereka dan meletakkannya kepada ahlinya, maka mereka akan dapat memimpin dan memandu penduduk zaman itu. Namun mereka menyerahkan ilmu itu kepada para pemilik dunia agar mereka dapat bagian dunia itu dari mereka, maka mereka telah menghinakan ahli ilmu. 

Dalam makalahnya, Kiai Miftach juga menjelaskan peran MUI dalam proses pemberian fatwa kepada umat Islam Indonesia. Mulai dari fatwa atas kehalalan suatu produk, problem aktual, hingga fatwa seputar pandemi Covid-19. Juga tantangan lembaga fatwa di era digital. 

Pada sesi yang sama, mayoritas pembicara menyoroti ancaman terorisme dan ekstremisme yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Terutama tersebarnya berbagai pendapat keagamaan yang bersifat ekstrem di jagat internet. 

Sekretaris Jenderal Darul Fatwa Australia, Syekh Salim Ulwan Al-Husayni, misalnya, mendorong para ulama dan mufti di seluruh dunia untuk memanfaatkan internet dan berbagai platform media sosial untuk menyebarkan pemahaman Islam moderat.

Menurut Syekh Salim, jika para ulama tidak memanfaatkan internet untuk penyampaian fatwa dan ajaran Islam yang moderat kepada umat, pasti akan kalah cepat dibandingkan gerakan ekstremisme dan terorisme yang berkembang di tengah-tengah masyakarat.    

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler