Bruxism Meningkat Semasa Pandemi, Anda Juga Mengalaminya?

Bruxism ditandai dengan menggeretakkan gigi hingga muncul masalah gigi dan rahang.

Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
Pemeriksaan gigi (Ilustrasi). Kasus bruxism meningkat sejak pandemi Covid-19. Bruxism dapat menyebabkan sakit rahang, sakit gigi, gigi patah, atau terkelupas.
Rep: Farah Noersativa Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Isolasi mandiri dan karantina wilayah membuat banyak orang harus berada di rumah saja dan mungkin menunda untuk pergi ke dokter gigi. Para dokter gigi di New York City, Amerika Serikat menyebut, bruxism atau gejala menggertakan gigi dalam kondisi rahang terkatup mengalami peningkatan selama pandemi.

"Sejak pandemi, pasien datang kepada saya dengan keluhan baru, seperti sakit rahang, sakit gigi, gigi patah, atau gigi terkelupas, atau hanya karena pasangannya memberi tahu bahwa mereka telah menggertakkan gigi," ujar seorang dokter gigi keluarga di New York City, Dr Saul Pressner, dikutip dari laman ABC News, Kamis (5/8).

Baca Juga


Menurut Pressner, jumlah pasien yang mengeluhkan bruxism belum pernah sebanyak ini. Menggertakkan gigi memang masalah umum, namun Pressner belakangan jadi makin sering merawat orang dewasa yang masalah giginya masih baru.

Menurut Pressner, kasus bruxism meningkat pada dua kelompok. Bukan cuma orang-orang sejak lama telah mengalaminya yang datang kepadanya, yang baru-baru ini menderita bruxism juga.

Penyebab bruxism sebagian besar masih belum diketahui. Beberapa ahli meyakini perilaku ini terkait dengan pola dan proses tidur di dalam sistem saraf pusat.

Ada beberapa faktor risiko yang terkait dengan peningkatan tingkat bruxism, termasuk kecemasan, keadaan hidup yang sangat stres, dan penggunaan alkohol berat. Faktor-faktor ini merupakan hal yang telah meningkat di seluruh populasi sejak pandemi Covid-19.

"Pasien mengaku lebih tegang sejak awal pandemi. Mereka merasakan nyeri yang menyebar ke otot kepala dan leher, menyebabkan sakit kepala," kata Dr Yanell Innabi-Danial dari River Town Dental di Dobbs Ferry, New York.

Stres tidak hanya memengaruhi orang saat mereka tidur. Stres membuat orang menggertakkan gigi pada siang hari. "Pasien juga mengatupkan rahang mereka saat bekerja, mengemudi, dan melakukan aktivitas lain di siang hari," kata Innabi-Danial.

Padahal, menggertakkan gigi dapat menyebabkan keausan pada permukaan mengunyah pada gigi. Hal itu dapat menyebabkan penyakit gigi berlubang dan gusi.

Bruxism tidak hanya memengaruhi orang dewasa. Anak-anak juga bisa mengalaminya.

Seorang psikiater anak dan remaja di Harvard, Dr. Kevin Simon, mengatakan, dia telah melihat peningkatan pada pasien dengan kecemasan atau gangguan terkait kesehatan mental lainnya yang mencatat keluhan fisik, seperti sakit kepala dan nyeri rahang. Menurut Simon, keluhan fisik terkait hal tersebut tidak sedikit dengan ketegangan dan stres yang mereka bawa dalam bentuk mengepal dan menggertakkan.

"Makin banyak yang sakit kepala, lebih banyak kasus orang yang mengalami ketegangan di rahang dan leher. Mengobati kondisi kesehatan mental yang mendasari menjadi penting untuk mengobati gejala-gejala itu," jelas dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler