RK Minta 15 Juta Dosis Vaksin Dipasok ke Jabar Tiap Bulan
Ridwan Kamil minta pemerintah pusat pasok 15 juta dosis vaksin ke Jabar tiap bulan.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil, meminta pemerintah pusat untuk mendistribusikan vaksin Covid-19 sebanyak 15 juta dosis setiap bulan. Sehingga kekebalan komunal atau herd immunity di Jabar dapat terealisasi pada akhir 2021.
"Kami per bulannya membutuhkan 15 juta dosis sampai Desember. Total 76 juta dosis untuk 37 juta sasaran bisa dilaksanakan," ujar pria yang akrab disapa Emil itu.
Selain itu, Emil mengusulkan beberapa hal. Usulan itu bertujuan agar pelaksanaan dan pendataan vaksinasi Covid-19 berjalan optimal. Usulan pertama mengenai data vaksin Covid-19 yang didistribusikan oleh pemerintah pusat.
Pada prinsipnya, kata dia, Pemprov Jabar mengapresiasi stakeholders yang membantu dengan berinisiatif menggelar sentra-sentra vaksin di kab/kota. Namun datanya perlu lebih dirapihkan agar kelompok sasaran tercatat di provinsi.
Oleh karena itu, Emil meminta agar data dari sentra-sentra vaksin yang digelar atas inisiatif stakeholders agar dilaporkan juga oleh panitia atau lembaga inisiator melalui aplikasi SMILE (Sistem Monitoring Imunisasi dan Logistik Elektronik).
SMILE, merupakan aplikasi terintegrasi yang digunakan untuk memantau secara real time logisitik rantai dingin vaksin dan penyimpanannya di seluruh titik penyedia vaksin dari provinsi hingga tingkat puskesmas dan rumah sakit.
"Biar mudah dalam kejernihan data, mau jenis vaksinnya apapun kalau boleh melewati provinsi sehingga kalau lapor balik ke Pak Menkes, data yang langsung bisa kami pertanggungjawabkan," katanya.
Emil mendorong vaksinasi yang dilakukan TNI/Polri melalui program Serbuan Vaksin sekarang bisa 100 persen menggunakan data SMILE. "Sebagian kegiatan TNI/Polri masih dalam proses pelaporan SMILE sehingga pencatatan vaksinasi di provinsi belum bisa dikatakan seratus persen akurat. Ada data yang sudah dirilis tapi ada juga yang belum terlaporkan. Untuk itu kami berharap semua dapat memanfaatkan SMILE dengan lebih baik," paparnya.
Emil juga meminta kejelasan data terkait dengan masyarakat yang disuntik vaksin bukan di tempat asalnya. Sebagai contoh adalah ada warga non-Jabar, tetapi tinggal dan disuntik vaksin Covid-19 di Kota Bandung.
"Kemudian juga ada orang yang ber-KTP Jawa Barat, tapi domisili di provinsi lain. Pertanyaan saya itu dihitung sebagai vaksinnya daerah tersebut tapi sebenarnya warga Jawa Barat. Jangan sampai di lapangan terjadi misdata," kata Emil.
"Jawa Barat juga menyuntikkan warga KTP non-Jawa Barat karena vaksin tidak lagi dibatasi oleh KTP. Dari data BPS ada 3 jutaan orang non-Jawa Barat yang domisilinya di Jawa Barat tapi vaksinnya di Jawa Barat," imbuhnya.
Usulan terakhir Emil adalah meminta agar tenaga kesehatan yag ada di puskesmas tidak dipinjam untuk kegiatan sentra vaksinasi. Karena menurutnya, hal ini membuat kinerja tenaga kesehatan di puskesmas asalnya untuk menyuntikkan vaksin menurun.
"Terakhir, puskesmas ini kerjanya luar biasa, tapi sering tertahan oleh sentra vaksin. Tugas utamanya yang rutin akhirnua agak terganggu karena SDM sering dipinjam untuk sentra vaksin," katanya.
"Sehingga targetnya seolah under perform padahal sedang dalam penugasan. Masukan saya jika ada kegiatan nonrutin yang sentra vaksin kalau bisa SDM-nya jangan mengambil dari puskesmas," imbuhnya.