PM Ethiopia Minta Warga Sipil Ikut Bertempur di Tigray

Gencatan senjata di wilayah Tigray, Ethiopia diabaikan pihak yang berkonflik

AP Photo/Francisco Seco
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed
Rep: Fergi Nadira Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Perdana Menteri (PM) Ethiopia Abiy Ahmed mengeluarkan seruan bagi semua warga sipil yang memenuhi syarat untuk bergabung dengan angkatan bersenjata negara Selasa (10/8) waktu setempat. Seruan itu mengemuka saat pertempuran berkecamuk di berbagai wilayah di negara berpenduduk terbesar kedua di Afrika itu.

Baca Juga


"Sekarang adalah waktu yang tepat bagi semua orang Etiopia yang cakap yang cukup umur untuk bergabung dengan Pasukan Pertahanan, Pasukan Khusus dan milisi dan menunjukkan patriotisme Anda," kata kantor Abiy dalam sebuah pernyataan dikutip laman Aljazirah, Rabu (11/8).

Seruan oleh pemimpin pemenang Hadiah Nobel Perdamaian pada 2019 itu mewakili runtuhnya gencatan senjata sepihak yang diumumkan pemerintah pada Juni. Saat itu militer Ethiopia mundur dari Tigray atau mengabaikan gencatan senjata sama sekali.

PM Abiy mengirim pasukan ke wilayah Tigray paling utara Ethiopia pada November lalu untuk menggulingkan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), partai regional yang mendominasi politik nasional selama hampir tiga dekade hingga 2018. Langkah itu dilakukan sebagai tanggapan atas serangan TPLF di kamp-kamp tentara federal.

Meskipun Abiy menjanjikan kemenangan cepat melawan TPLF, perang berubah menjadi berdarah pada Juni ketika pasukan Tigrayan merebut kembali ibu kota regional, Mekelle. Sebagian besar tentara Ethiopia pun mundur.

PM Abiy juga mengumumkan gencatan senjata sepihak. Dia mengatakan, gencatan senjata akan memfasilitasi akses bantuan ke wilayah yang di mana menurut PBB, 400 ribu orang menghadapi kondisi seperti kelaparan.

Pekan lalu, pasukan TGLF merebut kota Amhara, Lalibela, rumah bagi gereja-gereja pahatan batu abad ke-12 yang merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO. Pada Selasa, kesabaran pemerintah tampaknya telah habis.

Pernyataan pemerintah memerintahkan pasukan keamanan untuk menunda penghancuran organisasi TPLF yang penghianat dan teroris dan intrik tangan asing untuk selamanya. Sebelumnya, seorang pejabat medis di Afar mengatakan, bahwa 12 orang tewas dan puluhan terluka dalam serangan baru-baru ini terhadap warga sipil yang terlantar.

"Insiden itu terjadi pada 5 Agustus di kota Galicoma," kata Dr Abubeker Mahammud, direktur medis Rumah Sakit Rujukan Dubti, tempat para korban dirawat. "Dua belas mayat tiba di rumah sakit," kata Abubeker.

 

Dia mencatat, jumlah korban luka-luka lebih dari 46, hampir sekitar 50. Hampir 75 persen dari mereka mengalami luka tembak. Para korban selamat mengatakan kepada petugas rumah sakit bahwa mereka ditembak oleh para pejuang dari TPLF. Dua pejabat pemerintah daerah Afar menyebutkan jumlah korban tewas di Galicoma lebih dari 200, tetapi angka itu tidak dapat diverifikasi secara independen.

Para pejabat Ethiopia menganggap kematian di Galicoma sebagai bukti pengabaian TPLF atas situasi kemanusiaan yang memburuk di Tigray. Namun juru bicara TPLF Getachew Reda mengatakan di Twitter pada Senin (8/8) malam bahwa pasukan pemerintah meluncurkan serangan pada 5 Agustus terhadap pasukan TPLF di Galicoma.

Dia mengatakan TPLF akan bekerja dengan badan-badan terkait untuk menyelidiki setiap insiden yang mungkin terjadi. Badan-badan bantuan telah berjuang untuk mendapatkan pasokan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan untuk memotong populasi di Tigray karena kekerasan semakin memburuk.

TPLF telah berulang kali mengatakan bahwa mereka tidak memiliki desain untuk menahan wilayah di Amhara dan Afar. Pihaknya sebaliknya berfokus pada memfasilitasi akses bantuan dan mencegah pasukan pro-pemerintah untuk berkumpul kembali.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler