Jusuf Kalla Yakin Taliban Telah Berubah

Menurut Jusuf Kalla apabila Taliban tidak berubah maka perekonomiannya akan hancur

EPA-EFE/STRINGER
Seorang tentara Taliban menghadiri rapat umum untuk merayakan penarikan pasukan AS di Kandahar, Afghanistan, 1 September 2021. Taliban menyerukan dukungan dari masyarakat internasional untuk menghidupkan kembali ekonomi yang hancur akibat konflik dua dekade dan sangat bergantung pada bantuan asing.
Rep: Lintar Satria Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan wakil presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla yakin Taliban akan memerintah dengan cara yang berbeda dibanding tahun 1990-an. Jusuf Kalla adalah salah satu tokoh dunia yang terlibat aktif dalam proses perdamaian di Afghanistan.  
 
Dalam webinar The Phenomenon of Taliban and the Future of Peace and Reconciliation on Afghanistan yang diadakan Centre for Dialogue and Cooperation Among Civilizations (CDCC), Jusuf Kalla mengatakan rakyat Afghanistan sangat luar biasa karena terus menerus didera konflik. Mulai dari Inggris lalu Uni Soviet kemudian Amerika Serikat (AS).
 
Negara-negara besar ini akhirnya kalah dalam pertempuran melawan Afghanistan. Negara itu juga mengalami berbagai konflik dalam negeri mulai dari tahun 1973 ketika Perdana Menteri Jenderal Mohammed Daoud Khan menggulingkan Raja Afghanistan yang terakhir Mohammed Zahir Shah.
 
"Lalu masuk Rusia, Rusia dikalahkan Mujahidin, kemudian Mujahidin konflik dengan Taliban. Taliban menang pertama terjadi peristiwa di Amerika 11 September. Alasan Amerika mencari Osama bin Laden dan demokratisasi, menduduki Afghanistan selama 20 tahun," kata Jusuf Kalla, Jumat (3/9).
 
Kini yang menjadi pertanyaan, apa yang selanjutnya terjadi setelah Taliban merebut kekuasaan di Afghanistan. Milisi yang digulingkan AS pada  2001 itu kembali berkuasa di Afghanistan setelah merebut ibu kota Kabul pada 15 Agustus lalu.  
 
"Memang tidak mudah untuk menganalisa, karena tergantung pada informasi yang keluar dan apa yang dilakukan. Kalau kita mengikuti pembicaraan pemerintah Afghanistan, menyatakan bahwa pemerintahnya akan pemerintah terbuka," kata Jusuf Kalla.
 
Ia mencatat Taliban telah bertemu dengan Kepala Dewan Tinggi Rekonsiliasi Nasional Afghanistan Abdullah Abdullah dan mantan Presiden Hamid Karzai. Akan tetapi belum diketahui apakah Taliban akan menerapkan pemerintah yang inklusif.
 
"Gubernur bank sentralnya yang baru itu hanya tamat SD kelas 3, bagaimana memerintah dengan cara begitu," tambah pria yang kerap disapa JK ini.
 
Dia mengakui di Afghanistan banyak yang pesimis dengan pemerintah Taliban. Namun menurutnya masyarakat internasional juga harus realistis. JK yakin Taliban pasti berbeda dari pemerintah mereka sebelumnya.
 
"Kenapa pasti berubah, kenapa kira-kira ada perubahan. Pertama kalau mengulangi pemerintahan 25 tahun itu hanya tiga negara yang mengakui hanya (Arab) Saudi, Uni Emirat Arab, dan Pakistan. Tentu pemerintahannya tidak mendapat respek dunia akhirnya tidak ada kerja sama," jelas Jusuf Kalla.

Baca Juga


Menurutnya jika kembali terjadi seperti itu maka perekonomian Afghanistan tidak akan berjalan. Pemerintah pun tidak bisa berjalan dan kembali lagi menjadi otoriter. Mantan wapres Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo itu menjelaskan saat ini Taliban menghadapi tiga permasalahan.
 
"Pertama masalah ekonomi. Afghanistan kaya tapi tidak ada yang mengelolanya. Indonesia beberapa waktu lalu mengundang seratus insinyur yang muda-muda untuk dilatih pertambangan di (Institut) Teknologi Bandung dan beberapa tempat," katanya.
 
JK menambahkan Indonesia juga pernah mengundang orang-orang Afghanistan untuk melihat pesantren. Beberapa kali Indonesia mengundang Kabul untuk melihat Islam moderat Indonesia.
 
"Melihat di masjid bagaimana, di pesantren-pesantren bagaimana, di sekolah-sekolah Islam bagaimana, termasuk mullah-mullah mereka untuk melihat itu. Jadi kita ingin perlihatkan contoh yang baik Islam moderat, mudah-mudahan mereka berubah," terang Jusuf Kalla.
 
Menurutnya apabila Taliban tidak berubah maka perekonomiannya akan hancur. Akan timbul kelompok-kelompok anti-Taliban yang mengarahkan pada konflik. "Maka berlanjut terus konflik ini selama 60 tahun tapi menurut penilaian saya pasti mereka berubah. Jadi pemerintahan yang eksklusif menjadi inklusif," tambahnya.
 
Jusuf Kalla menyebut negara yang dapat membantu Taliban saat ini China mungkin Qatar. Jika Cina yang membantu seperti membangunkan infrastruktur tentu Beijing akan meminta konsesi yang banyak. "Jadi bisa terjadi penguasaan politik dan penguasaan ekonomi oleh China," imbuhnya.
 
Tentu, lanjutnya, negara-negara Barat akan menentangnya. Negara-negara Barat akan kembali membantu Afghanistan agar tidak jatuh ke tangan China walaupun rakyat Afghanistan selalu melawan negara-negara besar yang ingin mengusai negaranya.
 
Jusuf Kalla mengatakan akhir dari konflik Afghanistan adalah perdamaian. Afghanistan sempat menggelar pemilu saat masih diduduki AS. Meski angka partisipasinya rendah yakni sekitar 30 persen atau 3-4 juta orang dari 38 juta penduduk.  
 
Kini pertanyaan apakah Taliban dapat melanjutkan demokratisasi yang sempat dibangun AS. Tidak mudah mengharapkan Taliban menerapkan demokrasi seperti pemerintah sebelumnya.
 
AS datang ke Afghanistan untuk menangkap Osama bin Laden yang sudah tewas pada 2011. Akan tetapi AS masih bertahan di Afghanistan selama 10 tahun. Menurut Jusuf Kalla sebenarnya Washington mencari pintu keluar dari Afghanistan.
 
"Karena itu mengapa dengan mudah (Taliban) menguasai Kabul. Bukan karena Taliban itu hebat tapi karena pemerintah Afghanistan tidak ingin ada pertumpahan darah, tidak mau ada perang saudara. Akhirnya yang terjadi sebuah penyelesaian damai sebenarnya," katanya.
 
Namun, tambah Jusuf Kalla, semuanya kembali tergantung pada sikap Taliban. Apakah kelompok milisi tersebut bersedia menerapkan pemerintah yang terbuka atau tidak.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler