Vaksin Booster Masih Menjadi Perdebatan di Kalangan Ilmuwan

Para ilmuwan menimbang masih banyak negara-negara yang sulit mendapatkan vaksin.

Pixabay
Para ilmuwan menimbang masih banyak negara-negara yang sulit mendapatkan vaksin.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Sekelompok ilmuwan internasional, termasuk dua ilmuwan Food and Drug Administration (FDA) AS, menulis jurnal ilmiah terkait urgensi booster vaksin Covid-19. Para ahli meninjau studi kinerja vaksin dan menyimpulkan vaksin bekerja dengan baik meskipun varian delta tergolong ekstra menular.

"Bahkan pada populasi dengan tingkat vaksinasi yang cukup tinggi, mereka yang tidak divaksinasi masih menjadi pendorong utama penularan pada tahap pandemi ini," tulis kesimpulan penelitian mereka dilansir dari AP News pada Rabu (15/9).

Potongan kesimpulan itu berasal dari penelitian yang diterbitkan di The Lancet. Penelitian tersebut menggambarkan perdebatan ilmiah tentang kebutuhan vaksin booster.

Baca Juga


Para ilmuwan masih memperdebatkan siapa saja yang membutuhkan vaksin booster, dan kapan harus diberikan. Sebab, hingga kini, masih banyak negara-negara yang kesulitan mendapatkan vaksin.

Penulis studi tersebut, termasuk dua peninjau vaksin terkemuka di FDA, Drs Phil Krause dan Marion Gruber. Keduanya baru-baru ini mengumumkan akan mengundurkan diri dari FDA pada musim gugur ini.

Di antara 16 penulis lainnya adalah peneliti vaksin terkemuka di AS, Inggris, Prancis, Afrika Selatan, dan India, ditambah ilmuwan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Para peneliti telah mendesak moratorium booster hingga negara-negara miskin mendapatkan vaksinasi yang lebih baik. Di AS, Gedung Putih telah mulai merencanakan booster akhir bulan ini, jika FDA dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) setuju. Penasihat FDA akan mempertimbangkan bukti tentang suntikan Pfizer ekstra. FDA tidak menanggapi permintaan komentar terkait berita ini.

Diketahui, AS telah menawarkan dosis ekstra vaksin Pfizer atau Moderna kepada orang-orang dengan sistem kekebalan yang sangat lemah. Untuk populasi umum, perdebatannya adalah apakah booster harus diberikan meskipun vaksin masih menawarkan perlindungan yang tinggi.

Pekan lalu, Direktur CDC Dr Rochelle Walensky mengatakan, data baru menunjukkan ketika delta melonjak, yang tidak divaksinasi 4,5 kali lebih mungkin terinfeksi daripada yang divaksinasi penuh. Mereka memiliki lebih dari 10 kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit dan 11 kali lebih mungkin meninggal.

Namun, ilmuwan pemerintah juga menimbang petunjuk perlindungan berkurang di antara orang dewasa yang lebih tua yang divaksinasi awal musim dingin lalu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler