Imam Istiqlal: Banyak Leader, Tapi Bukan Manajer yang Baik 

Rasulullah SAW adalah contok pemimpin dan manajer yang baik

Republika/ Yasin Habibi
Rasulullah SAW adalah contok pemimpin dan manajer yang baik. Ilustrasi Mencari Pemimpin Umat
Rep: Wahyu Suryana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN –  Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar, melihat banyak orang yang tampil sebagai leader (pemimpin) tapi tidak hebat sebagai manajer yang baik. Sebaliknya, banyak orang yang tampil sebagai manajer tapi tidak hebat sebagai leader.

Baca Juga


Dia mengingatkan, sebelum kehadiran Nabi Muhammad SAW selalu terjadi persaingan yang kencang ilmu pengetahuan dan agama. Kemudian, pada era Rasulullah SAW lahir kolaborasi ilmu pengetahuan dan agama yang sebelumnya tidak pernah terjadi. 

Bahkan, dalam Alquran ayat yang paling pertama diturunkan langsung kalimat perintah yaitu iqra atau bacalah. Di Gua Hira, tempat yang gelap sekalipun, ayat pertama dan ke luar sampai empat kali merupakan perintah yaitu bacalah. 

Iqra, merupakan simbol ilmu pengetahuan yang bersanding dengan bismirabbik, penyebutan nama Allah sebagai simbol agama. Nasaruddin menilai, iqra tanpa bismirabbik akan melahirkan monster, tapi bismirabbik tanpa iqra akan lumpuh. 

Rasulullah, lanjut Nasaruddin, dianggap menyulap bumi menjadi sesuatu yang lain, itulah the best manager (manajer terbaik) dan the best leader (pemimpin terbaik). Bukan hanya mengandalkan iqra tapi bismirabbik, itulah kenapa mencontoh epistemologi Nabi jadi kunci.

"Satu-satunya tokoh yang mampu mengombinasikan keduanya Rasulullah karena Nabi Muhammad SAW merupakan the best leader dan the best manager," kata Nasaruddin dalam kuliah umum yang digelar DPPAI Universitas Islam Indonesia (UII), Ahad (19/9).

Dia turut mengapresiasi kehadiran UII yang jadi pelopor atau perintis perguruan tinggi yang bernuansa iqra bismirabbik. Sebab, banyak perguruan tinggi hanya menampilkan ilmu pengetahuan saja, banyak pula yang hanya menampilkan agama. 

Menurut Nasaruddin, Alquran sebagai kitabullah atau pedoman siapapun bisa memahami tentang itu, bahkan tidak harus seorang Muslim. Namun, memahami Alquran sebagai kalamullah atau kalimat Allah hanya sebagian yang bisa. "Karena hanya orang bertakwa yang mampu mengakses kalamullah," ujar Nasaruddin.

Ketua Umum PB Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah, Dr TGB Muhammad Zainul Majdi, menuturkan sebelum Nabi datang selalu tarik menarik agama dengan rasionalitas. Tapi, Islam datang lewat pendekatan berbeda yang membawa pandangan mendamaikan. 

Islam, kata Majdi, menjadikan agama maupun rasionalitas hal penting bersama dan kita bisa jadi orang dengan iman kuat dan ilmu hebat tanpa mempertentangkan keduanya. Bahkan, menuntut ilmu jadi salah satu ibadah utama dalam Islam. 

"Maka itu, bersyukur kita menjadi Muslim, menjadi Mukmin, beriman, menjadi umat Nabi Muhammad karena dua hal terbesar, wahyu dan akal dapat berjalan seiring," kata Majdi. 

Majdi turut mengajak untuk melihat kepemimpinan secara utuh, pemimpin dan yang dipimpin. Sebab, belajar dipimpin tidak kalah penting dari belajar memimpin. Misal, saat sholat menjadi makmum harus berniat mengikuti imam, lahir batin. 

"Bangunlah satu lingkungan yang baik, antara yang memimpin dan yang dipimpin, dengan demikian cita cita yang baik dapat diwujudkan bersama," ujar Majdi. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler