Malala Desak Dunia Lindungi Hak Perempuan Afghanistan

Malala selamat dari berondongan peluru yang ditembakkan Taliban

EPA
Malala Yousufzai
Rep: Fergi Nadira Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Peraih Nobel Perdamaian Malala Yousafzai memohon kepada dunia internasional untuk melindungi hak-hak perempuan Afghanistan setelah Taliban berkuasa. Menurutnya, tak ada kompromi pada perlindungan hak perempuan termasuk untuk mengenyam pendidikan di negara tersebut.

Baca Juga


"Kami tidak bisa berkompromi tentang perlindungan hak-hak perempuan dan perlindungan martabat manusia," kata Malala pada panel pendidikan anak perempuan di Afghanistan di sela-sela Sidang Umum ke-76 PBB, Jumat (24/9) lalu.

Malala selamat dari berondongan peluru yang ditembakkan Taliban ke kepalanya pada 2012 saat dia berusia 15 tahun. Sejumlah anggota Taliban mengincar aktivis pendidikan asal Pakistan itu karena keberaniannya berbicara lantang tentang pendidikan bagi anak perempuan. Serangan terhadap Malala menyulut kemarahan di Pakistan dan dunia internasional.

Ketika negara dan organisasi mengambil langkah pertama terlibat dengan Taliban, Malala justru khawatir Taliban akan bertindak seperti yang dilakukan kelompok Islam garis keras 20 tahun lalu ketika berkuasa. Padahal sejak itu, kesempatan kerja dan pendidikan bagi perempuan Afghanistan telah sangat berkembang.

"Sekarang saatnya kita berpegang teguh pada komitmen itu dan memastikan bahwa hak-hak perempuan Afghanistan dilindungi. Dan salah satu hak penting itu adalah hak atas pendidikan," katanya menambahkan.

Beberapa pemimpin dunia berjanji untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak perempuan Afghanistan pada pertemuan tahunan PBB pekan ini. Namun belum begitu jelas bagaimana mereka akan melakukannya.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan keinginan Taliban untuk pengakuan internasional adalah satu-satunya pengaruh global untuk menekan pemerintah yang inklusif dan menghormati hak-hak, terutama bagi perempuan, di Afghanistan. Di antara mereka yang berbicara di PBB tentang penderitaan perempuan dan anak perempuan Afghanistan adalah Presiden Dewan Uni Eropa Charles Michel dan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez.

Michel menyerukan untuk melestarikan sebanyak mungkin keuntungan dari 20 tahun terakhir ketika pasukan AS terlibat di sana. "Tidak ada masyarakat yang memungkinkan setengah dari populasinya untuk bergerak maju, dan dengan sengaja membuat setengah lainnya di belakang, yang berkelanjutan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler