Cara Cegah Pencurian Data Pribadi dari Aplikasi Pinjol
Masyakarat bisa abaikan pesan di HP dan jangan klik tautan yang dikirimkan.
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Beberapa waktu terakhir marak kasus penyalahgunaan atau penjualan identitas diri mengajukan pinjaman online (pinjol). Tidak sedikit masyarakat menerima tagihan dari operator pinjol, walau tidak pernah mengajukan pinjaman.
Peneliti Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi UGM, Ir Lukito Edi Nugroho, menyampaikan beberapa tips yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengamankan data pribadi sehingga terhindar dari jeratan pinjol ilegal. Ia meminta masyarakat tidak gegabah mengunggah identitas diri di media sosial.
Pasalnya, data yang telah tersebar di publik sangat rentan disalahgunakan dan diduplikasi untuk kepentingan merugikan pemilik, termasuk pengajuan pinjol.
Masyarakat diminta lebih waspada bila menerima pesan baik dalam bentuk SMS, WhatsApp, email maupun bentuk lain dari sumber yang tidak jelas atau mencurigakan. Abaikan pesan yang masuk dan jangan klik tautan yang dikirimkan.
"Saat mendapat pesan tidak jelas dari siapapun bentuk apapun sebaiknya tingkat kehati-hatian naikkan. Terlebih, jika pesan mengandung iming-iming menggiurkan dan bombastis patut diwaspadai, sebaiknya langsung dihapus saja pesannya," kata Lukito, Senin (18/10).
Bila warga terpaksa mengajukan pinjaman, Lukito menyarankan agar dipastikan dulu pinjol tersebut terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab, kini banyak aplikasi pinjol tidak terdaftar secara resmi di OJK yang beredar di masyarakat.
Masyarakat pengguna pinjol perlu memahami syarat, ketentuan dan mekanisme dari aplikasi itu. Sebab, banyak yang tertarik menggunakan pinjol karena ditawarkan syarat dan ketentuan peminjaman yang mudah disertai iming-iming menggiurkan.
Sayangnya, kondisi tersebut kurang diikuti dengan literasi digital masyarakat untuk memahami mekanisme aplikasi pinjol bekerja. Terlebih, aplikasi pinjol, terutama yang ilegal, sangat bisa melakukan apapun tanpa sepengetahuan kita.
"Hal itu yang membahayakan karena kita tidak tahu apa yang dilakukan aplikasi tersebut. Sementara, masyarakat sebagai pengguna literasinya kurang, sehingga penting ke depan untuk diperkuat lagi," ujar Lukito.
Dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informatika Fakultas Teknik UGM ini mengimbau, pengguna pinjol waspadai permintaan akses data. Apakah sesuai sesuai atau di luar wajar, jika iya sebaiknya permintaan akses langsung tolak.
Perhatikan logis tidak permintaan akses, misal untuk akses address book ponsel yang tidak berhubungan. Perlu pula hati-hati saat transaksi elektronik karena saat data diunggah tidak ada jaminan penggunaan data, keamanan dan kerahasiaan.
Lukito mengingatkan, saat kita menyerahkan data, apapun bentuknya kita tidak bisa memastikan lagi pihak yang kita beri data bisa 100 persen menjaga data kita dengan aman. Serta, tidak digunakan untuk hal-hal yang tidak semestinya "Karena proteksi terpenting pertama kali ya dari diri sendiri," kata Lukito.
Lukito turut meminta pemerintah segera merealisasikan UU Perlindungan Data Pribadi untuk jaminan keamanan masyarakat. Pemerintah diharapkan bisa memberi contoh bagaimana memperlakukan data-data yang dirahasiakan diikuti edukasi.