Sri Mulyani Ungkap Pendanaan Atasi Perubahan Iklim 

Pengurangan emisi gas rumah kaca 29 persen dibutuhkan dana 365 miliar dolar AS.

Peruri
Pemerintah mengungkapkan dana yang dibutuhkan untuk mengatasi perubahan iklim khususnya mengurangi karbondioksida (CO2).
Rep: Novita Intan Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengungkapkan dana yang dibutuhkan untuk mengatasi perubahan iklim khususnya mengurangi karbondioksida (CO2). Berdasarkan data NDC, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen melalui kemampuan sendiri dan sebesar 41 persen melalui dukungan internasional pada 2030.


Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dibutuhkan dana sebesar 365 miliar dolar AS, sedangkan dana sebesar 479 miliar dolar AS digunakan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 41 persen.

“Untuk pengurangan 29 persen membutuhkan pembiayaan 365 miliar dolar AS, untuk memenuhi janji itu. Untuk 41 persen termasuk bahkan lebih dan 479 miliar dolar AS untuk mewujudkan komitmen itu,” ujarnya saat acara Sustainable Future Forum secara virtual, Selasa (19/10).

Menurutnya pemerintah perlu melibatkan sektor swasta untuk memenuhi komitmen Indonesia. Hal ini mengingat Indonesia membutuhkan banyak pendanaan atau investasi. 

Maka itu, Sri Mulyani menyebut pemenuhan pendanaan itu membutuhkan kebijakan dan akses teknologi agar terwujud berbagai inovasi seperti menerbitkan obligasi berwawasan lingkungan atau green bond. Selain itu pemerintah juga membuat blended finance agar dapat membuat platform filantropi, sektor swasta dan lembaga multilateral supaya mereka bisa berpartisipasi dalam pembiayaan ini.

Tak hanya itu, Sri Mulyani memastikan Indonesia sangat bekerja erat dengan forum G20 serta The Coalition of Finance Ministers for Climate Action untuk menentukan arah kebijakan dalam mengatasi perubahan iklim ke depan. Di samping itu, Sri Mulyani mengakui perubahan iklim menjadi tantangan bagi masyarakat terutama generasi muda. Sebab, dampak dari perubahan iklim hampir tidak terbatas atau sama dengan dampak pandemi.

"Tantangan global yang tidak pilih-pilih, tidak ada bordernya atau garis batas, sama dengan pandemi," kata dia.

Sri Mulyani juga menyebut tantangan perubahan iklim menjadi sangat kompleks karena berhubungan dengan rancangan kebijakan pemerintah. “Demi menghindari dampak perubahan iklim yang besar, maka pemerintah harus mengubah kegiatan ekonomi baik itu investasi maupun konsumsi dengan menjaga peranan lingkungan dan mencegah perubahan iklim. Ini tantangan sangat pelik karen butuh design policy," kata dia.

Tak hanya itu, Sri Mulyani mengungkapkan tantangan perubahan iklim dari sisi keuangan dan teknologi. Adapun persiapan strategi dari sisi keuangan dan teknologi harus dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim, mengingat tantangan ini membawa konsekuensi berat terhadap pendanaan.

Oleh sebab itu, menurutnya, strategi keuangan dan adaptasi teknologi nantinya dikombinasikan oleh pemerintah dalam memformulasikan suatu kebijakan. Adapun kebijakan itu disusun untuk membantu dunia menghadapi katastropik yakni tantangan perubahan iklim yang sangat pelik karena membutuhkan desain kebijakan yang mengubah kegiatan ekonomi dan masyarakat.

“Entah itu investasi, entah itu konsumsi yang lebih semakin menyadari peranan untuk menjaga lingkungan dan mencegah perburukan climate change,” ucapnya.

Meski demikian dia menyebut saat ini ada upaya yang dapat dilakukan oleh seluruh masyarakat untuk menghadapi perubahan iklim seperti transformasi ekonomi hijau serta menjaga sekaligus memelihara hutan dan laut.

“Ini semua kegiatan masyarakat yang bisa terus dilakukan namun tidak semakin memperburuk climate change,” ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler