Laporan: Facebook Gagal Kekang Konten Anti-Muslim di India
Facebook gagal terutama dalam kasus di mana anggota Partai BJP terlibat.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI – Menurut laporan dokumentasi yang bocor, Facebook gagal mengekang konten anti-Muslim di India. Konten tersebut termasuk ujaran kebencian dan informasi yang salah.
Dari penelitian terbaru pada Maret tahun ini, dokumen internal perusahaan di India menyoroti perjuangan Facebook dalam menghentikan konten kasar di platformnya. Ketegangan antaragama di India memicu konten kebencian di media sosial.
File-file tersebut menunjukkan Facebook telah menyadari masalah ini selama bertahun-tahun. Namun, banyak kritikus dan pakar digital mengatakan upaya itu gagal terutama dalam kasus di mana anggota Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa dan Perdana Menteri Narendra Modi terlibat.
Di seluruh dunia, Facebook berperan penting dalam politik, tetapi situasi di India berbeda. Modi telah memanfaatkan platform itu untuk keuntungan partainya selama pemilihan. Tahun lalu, The Wall Street Journal melaporkan keraguan terhadap Facebook yang secara selektif menegakkan kebijakannya tentang ujaran kebencian untuk menghindari respons dari BJP.
Baik Modi maupun ketua dan CEO Facebook Mark Zuckerberg telah memperlihatkan keramahan yang diabadikan oleh gambar tahun 2015 saat mereka berpelukan di markas besar Facebook. Dokumen yang bocor termasuk sejumlah laporan internal perusahaan tentang ujaran kebencian dan informasi yang salah di India.
Menurut dokumen tersebut, Facebook melihat India sebagai salah satu negara paling berisiko di dunia dan mengidentifikasi bahasa Hindi dan Bengali sebagai prioritas untuk otomatisasi pelanggaran ucapan bermusuhan. Namun, Facebook tidak memiliki cukup moderator bahasa lokal atau penandaan konten untuk menghentikan informasi yang salah.
Dalam sebuah pernyataan kepada AP, Facebook mengatakan telah berinvestasi dalam teknologi untuk menemukan ujaran kebencian dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Hindi dan Bengali. “Ujaran kebencian terhadap kelompok-kelompok yang terpinggirkan, termasuk Muslim sedang meningkat secara global. Jadi, kami meningkatkan penegakan dan berkomitmen memperbarui kebijakan kami saat ujaran kebencian berkembang secara daring,” kata juru bicara Facebook.
Dilansir TRT World, Senin (25/10), pada Februari 2019, salah seorang karyawan Facebook meneliti tentang ujaran kebencian di platform. Dia memantau pengguna baru di India dan melihat apa saja umpan berita jika hanya mengikuti halaman dan grup yang direkomendasikan oleh Facebook. Penelitian itu memakan waktu tiga pekan dan tercantum dalam catatan yang berjudul “Keturunan Pengguna Uji India ke Lautan Polarisasi, Pesan Nasionalistik.”
Karyawan yang namanya disunting mengaku terkejut oleh konten yang membanjiri umpan berita yang berisi informasi salah dan kental kekerasan. Grup yang tampaknya netral dan direkomendasikan oleh Facebook, dengan cepat berubah menyebarkan ujaran kebencian, kabar yang tidak diverifikasi, dan konten viral.
Sementara itu, kelompok yang direkomendasikan Facebook, dibanjiri dengan berita palsu, retorika anti-Pakistan, dan konten Islamofobia. “Mengikuti umpan berita pengguna uji ini, saya telah melihat lebih banyak gambar orang mati dalam tiga pekan terakhir daripada yang saya lihat sepanjang hidup saya,” tulis peneliti.
Ini memicu kekhawatiran dalam perpecahan di masyarakat. Para peneliti mengatakan mereka berharap temuan ini akan memulai percakapan tentang cara menghindari kerusakan integritas, terutama bagi mereka yang berbeda secara signifikan dari pengguna Amerika.