Cegah Perubahan Iklim Butuh Bantuan Negara-Negara Kaya

Negara berkembang membutuhkan bantuan pembiayaan untuk mencegah krisis iklim.

ANTARA/Sigid Kurniawan
Aktivis Greenpeace Indonesia melakukan aksi di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, Rabu (10/11/2021). Aksi mengantarkan 1.000 kartu pos dari masyarakat seluruh Indonesia kepada Presiden Joko Widodo yang disertai patung es seorang anak tersebut untuk mengingatkan adanya ancaman besar perubahan iklim.
Rep: Dwina Agustin Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, GLASGOW -- Pembicaraan di KTT IKlim COP26 di Glasgow telah memasuki pembahasan soal pembiayaan iklim. Menteri Lingkungan dan Iklim India Bhupender Yadav mengatakan negara-negara kaya berkewajiban memberikan pendanaan iklim kepada negara-negara berkembang, termasuk negaranya. 

Baca Juga


Negara dengan hampir 1,4 miliar orang atau hampir seperlima dari populasi global dan hanya menyumbang 5 persen dari emisinya. India baru-baru ini mengumumkan akan berhenti menambahkan gas rumah kaca ke atmosfer pada 2070. Target waktu ini adalah dua dekade setelah target “nol bersih” yang ditetapkan oleh AS dan 10 tahun setelah target China. 

Untuk mencapai hal itu, India berjanji untuk mendapatkan setengah dari energinya dari energi bersih dan mengendalikan pertumbuhan emisinya pada 2030. Namun untuk mencapai tujuan tersebut, negara berkembang seperti India membutuhkan pembiayaan. 

"Pembiayaan iklim bukanlah amal. Ini adalah kewajiban, tanggung jawab, tugas dan sumpah," kata Yadav, Rabu (11/11).

Yadav mengatakan mengatasi kekurangan keuangan sangat penting untuk membuat KTT Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia, menjadi sukses. "Saya percaya tanggung jawab terbesar ... terletak pada negara-negara maju. Karena jika ada celah yang tersisa, itu adalah tindakan untuk pendanaan iklim," katanya.

Yadav memimpin delegasi India pada pembicaraan dua minggu yang dijadwalkan berakhir Jumat (12/11). Sebuah rancangan kesepakatan di bawah negosiasi mencatat negara-negara kaya telah gagal memenuhi janji  untuk menyediakan 100 miliar dolar AS setiap tahun dalam pembiayaan iklim kepada negara-negara miskin pada 2020.

 

 

Saat ini, negara-negara kaya menyediakan sekitar 80 miliar dolar AS per tahun. Menurut negara-negara miskin dana tersebut tidak cukup untuk mengembangkan sistem energi bersih dan untuk beradaptasi dengan guncangan iklim yang memburuk. India sendiri, dalam dokumen Kementerian Keuangan 2019, mengatakan membutuhkan 2,5 triliun dolar AS.

Yadav mengatakan membantu negara berkembang mengatasi perubahan iklim adalah panggilan hati nurani yang harus ada di hati setiap orang. "Namun terutama pada mereka yang memiliki tanggung jawab historis yang lebih besar daripada yang lain," ujarnya.

 

Dia  mengatakan India adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang berada di jalur yang tepat untuk memenuhi target iklimnya sebelum 2030. Namun, analis emisi mengatakan negara itu harus memiliki target yang lebih ambisius untuk membantu menempatkan dunia di jalur untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius, tujuan dari negosiasi iklim PBB.

 
Draf kesepakatan iklim COP26 beri penekanan aksi yang lebih kuat
Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) telah mengeluarkan draf kesepakatan iklim dari Conference of Parties 26 (COP26). Draf itu memberi penekanan agar negara para pihak dan pemangku kepentingan melakukan aksi lebih kuat mengatasi perubahan iklim.
 
Salah satu poin imbauan agar negara para pihak mempercepat penghapusan bertahap batu bara dan subsidi bahan bakar fosil. Manager Kampanye Keadilan Iklim WALHI Yuyun Harmono mengatakan imbauan tersebut patut diapresiasi meski tidak tercantum tenggat waktu pelaksanaannya.
 
"Soal batu bara dan penghapusan subsidi bahan bakar fosil ini juga belum tentu bertahan di dokumen final. Tentu ini adalah perkembangan yang diapresiasi bahwa phase outbatu bara secara resmi masuk dalam teks negosiasi," kata Yuyun.
 
Sebelumnya, komitmen negara para pihak untuk meninggalkan penggunaan energi kotor yang berasal dari batu bara hanya bersifat sukarela di luar negosiasi. Maka, menurut dia, jika poin mempercepat penghapusan bertahap batu bara dan subsidi bahan bakar fosil disebutkan dalam kesepakatan iklim itu, Indonesia yang sudah meratifikasi Paris Agreement juga harus mengikutnya. Persoalannya tidak disebutkan secara pasti kapan harus benar-benar sudah meninggalkan batu bara dan menghentikan subsidi bahan bakar fosil.
 
UNFCCC mengeluarkan draf kesepakatan iklim pada hari Rabu (10/11), 2 hari menjelang berakhirnya COP26. Konsep kesepakatan itu berisi 71 poin yang terbagi dalam delapan pokok permasalahan, yakni sains, adaptasi, pendanaan adaptasi, mitigasi, keuangan-transfer teknologi dan pengembangan kapasitas untuk mitigasi dan adaptasi, kerugian dan kerusakan, penerapan, dan kolaborasi.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler