PLTA Saguling Tulang Punggung Kelistrikan Berbasis EBT
PLTA Saguling berkontribusi 2,5 persen dari sistem Jawa-Bali.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini mengatakan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia dalam membangun kapasitas energi nasional. Terlebih, dia katakan, PLN sudah memiliki pengalaman dan kapasitas untuk mengembangkan pembangkit EBT sejak lama.
"Salah satu bukti kepemimpinan PLN dalam mengembangkan pembangkit EBT di Indonesia adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling Power Generation O&M Services Unit (POMU) di Jawa Barat," ujar Zulkifli dalam keterangan tertulis pada Kamis (11/11).
Zulkifli menyebut pembangkit yang dikelola dan dioperasikan anak usaha PLN, PT Indonesia Power (IP), telah beroperasi sejak 1985 dan menjadi pembangkit pendukung beban puncak di Sistem Jawa-Bali.
"Ini menjadi bukti Indonesia sudah lebih dulu mengoperasikan pembangkit listrik yang ramah lingkungan bahkan sebelum Paris Agreement diteken," kata Zulkifli.
Di tempat terpisah, Direktur Utama PT Indonesia Power M Ahsin Sidqi mengatakan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling Power Generation O&M Services Unit (POMU) berperan penting dalam sistem kelistrikan Jawa Bali.
Ahsin menyebut PLTA berkapasitas 700,72 Mega Watt (MW) itu berkontribusi sebesar 2,5 persen dari sistem Jawa-Bali yang memiliki total kapasitas 27.700 MW.
"Tiga fungsi utama yang diemban PLTA Saguling POMU, antara lain sebagai baseload, stabilizer, serta mengurangi emisi karena menggunakan EBT," ujar Ahsin saat Media Gathering PLN-Indonesia Power di PLTA Saguling, Bandung, Jawa Barat, Kamis (11/11).
Ahsin mengatakan listrik ramah lingkungan dari PLTA Saguling disalurkan melalui Gardu Induk Tegangan Extra Tinggi (GITET) Saguling dan diinterkonesikan ke jaringan se-Jawa dan Bali melalui Saluran Utama Tegangan Extra Tinggi (SUTET) 500 kilo Volt (kV).
"Fungsinya selain sebagai tambahan untuk menyuplai listrik di Jawa Bali juga mengamankan Jawa Bali apabila terjadi gangguan listrik," ucap Ahsin.
Saat terjadi kendala listrik, lanjut Ahsin, PLTA yang memasok kebutuhan Cibinong, Cirata dan Bandung Selatan tersebut akan dialihkan ke jaringan Jawa dan Bali. Selain itu, PLTA Saguling POMU juga berfungsi sebagai pengatur frekuensi sistem dengan menerapkan load frequency control (LFC).
"Ketika terjadi gangguan, PLTA Saguling masih dapat dioperasikan sebagai black start sekaligus berperan menjadi pengisian tegangan untuk menopang pembangkit listrik PLTU Suralaya," ungkap Ahsin.
Ahsin menjelaskan PLTA yang terletak di Kabupaten Bandung Barat memiliki total kapasitas terpasang mencapai 844,36 MW yang ditopang tujuh sub-unit, serta satu unit jasa operasi dan pemeliharaan pembangkit untuk menjaga keandalan pasok listriknya.
Ahsin memerinci sub unit meliputi Sub Unit PLTA Bengkok dan Dago 3,85 MW (Kab. Bandung), Sub Unit PLTA Plengan 6,87 MW (Kab. Bandung), Sub Unit PLTA Lamajan 19,56 MW (Kab. Bandung), Sub Unit PLTA Cikalong 19,20 MW (Kab. Bandung), Sub Unit PLTA Ubrug 18,36 MW (Kab. Sukabumi), Sub Unit PLTA Karacak 18,9 MW (Kab. Bogor), serta Sub Unit PLTA Parakan Kondang 9,9 MW (Kab. Sumedang) serta 1 unit jasa operasi dan pemeliharaan pembangkit yaitu PLTA Rajamandala 47MW (Kab. Cianjur).
Dalam pengembangan EBT, ungkap Ahsin, PLTA Saguling POMU merupakan contoh pembangkit jenis hidro masa depan Indonesia yang dimiliki oleh PLN. Ahsin meyakini PLTA ini akan menjadi fondasi dalam pengembangan pembangkit hidro di masa depan seiring dengan komitmen pemerintah untuk terus mendorong pengembangan EBT.
"Hal yang menarik adalah keandalan PLTA heritage seperti PLTA Plengan yang beroperasi sejak 1922 dan PLTA Bengkok Dago yang beroperasi sejak 1923 hingga menjelang usia satu abad masih terpelihara serta beroperasi dengan baik, berdampingan dengan PLTA Saguling dan PLTA cascading Rajamandala yang sangat efisien dan modern menggunakan tailing race (air sisa turbin saguling) yang masuk sistem Jamali sejak 2019," kata Ahsin.