Resolusi Partai Komunis China Mantapkan Posisi Xi Jinping

Resolusi ini menunjukkan pengaruh Xi yang setara dengan Mao Zedong dan Deng Xiaoping.

AP/Andy Wong
Presiden China Xi Jinping.
Rep: Dwina Agustin/Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Partai Komunis China (CCP) telah mengadopsi resolusi penting tentang prestasi besar dan pengalaman bersejarah negara tersebut, Kamis (11/11).  Komunike yang diterbitkan oleh kantor berita pemerintah China Xinhua pada Kamis (11/11) menjadi langkah yang diyakini akan semakin memperkuat kekuasaan Presiden Xi Jinping.

Keputusan itu menjadi resolusi sejarah ketiga yang dikeluarkan oleh PKC dalam 100 tahun keberadaannya. Dua lainnya ditetapkan pada 1945 dan 1981, masing-masing memperkuat supremasi Mao Zedong dan Deng Xiaoping.

Resolusi ini adalah cara bagi Xi untuk menyusun otoritasnya di masa sekarang dan memproyeksikan kekuatan dan pengaruhnya pada masa depan. Komunike tersebut menyatakan di bawah Xi, Partai Komunis telah menyelesaikan banyak masalah sulit yang sudah lama menjadi agenda tetapi tidak pernah diselesaikan.

"Mencapai banyak hal yang diinginkan tetapi tidak pernah dilakukan," ujar komunike dikutip dari CNN.

Dalam komunike, dituliskan dengan tegas menjunjung tinggi posisi inti Xi di Komite Sentral dan di Partai Komunis secara keseluruhan. Kemudian menjunjung tinggi otoritas Komite Sentral dan kepemimpinannya yang terpusat dan terpadu untuk memastikan bahwa semua anggota Partai bertindak serempak.

Resolusi itu disahkan selama pleno keenam Komite Sentral ke-19 PKC. Kegiatan ini merupakan sebuah pertemuan empat hari di balik pintu tertutup di Beijing yang mempertemukan para pemimpin tertinggi negara itu.

Baca Juga


Mengubah aturan

Ini bukan kali pertama, Xi Jinping mempererat cengkeramannya di Partai Komunis China.  Pada 2018, sebagian besar anggota parlemen China mengubah aturan untuk menghapus batas masa jabatan presiden. Langkah ini membuka jalan bagi Xi untuk berpotensi memerintah seumur hidup.

Xi telah berhasil membangun teori politik eponimnya sendiri dan menuliskannya ke dalam konstitusi partai, suatu tindakan yang sebelumnya hanya diperuntukkan bagi Mao dan Deng. Dengan mengeluarkan resolusinya sendiri, Xi berusaha untuk lebih memantapkan statusnya sebagai pemimpin yang menjulang tinggi di tingkat yang sama dengan dua pendahulu yang sama.

Resolusi Mao pada 1945 menetapkannya sebagai otoritas tak tertandingi di dalam partai, setelah kampanye perbaikan selama tiga tahun yang secara brutal membersihkan lawan-lawan politik dan ideologisnya. Sedangkan resolusi Deng pada 1981, mengakui kesalahan Mao dalam meluncurkan Revolusi Kebudayaan.

Putusan itu menyimpulkan bahwa kontribusi Mao pada revolusi China jauh melebihi kesalahannya. Dengan mengakui dan beranjak dari kesalahan masa lalu, Deng mampu mengantarkan era baru reformasi.


Dalam kepemimpinan Xi, China telah mengadopsi kebijakan domestik yang lebih otokratis sambil menjadi semakin konfrontatif di luar negeri. Dia telah sangat mempererat kekuatannya terhadap 95 juta anggota Partai, dan menekankan kesetiaan mutlak dari pejabat senior serta pangkat dan arsip.

Masa jabatan lima tahun kedua Xi sebagai pemimpin Partai berakhir tahun depan. Namun, dia diperkirakan akan mencari masa jabatan ketiga yang hampir belum pernah terjadi sebelumnya dan seterusnya pada Kongres Partai ke-20 pada akhir 2022.

Melawan hegemoni Barat

Hal yang juga diakui oleh banyak negara adalah China kini sudah menjadi kekuatan diperhitungkan Barat, termasuk Amerika Serikat. China dinilai telah membangun kekuatan militer tak hanya di daerah, tapi juga udara dan luar angkasa.

“Kami menyaksikan salah satu perubahan terbesar dalam kekuatan geo-strategis global yang telah disaksikan dunia. Mereka jelas menantang kami secara regional dan aspirasi mereka adalah untuk menantang Amerika Serikat secara global,” kata Komandan Kepala Staf Gabungan Mark Milley, dilansir The Hill, Selasa (9/11).

Pergeseran kemampuan militer China dalam keseimbangan kekuatan global, telah membuat para pejabat dan anggota parlemen AS khawatir. Selama beberapa dekade, AS telah memegang posisi sebagai kekuatan ekonomi dan militer terkemuka di dunia.

Pergeseran kekuatan tersebut, dapat merusak aliansi di kawasan Indo-Pasifik. Terlebih, pada saat militer AS dan China semakin terlibat pertikaian di Laut China Selatan.

Contoh kecepatan pergerakan Beijing adalah uji coba senjata hipersonik pada Agustus yang mengorbit ke sebagian wilayah Bumi, kemudian masuk kembali ke atmosfer dan meroket menuju sasarannya, yang meleset kurang dari 30 mil. China telah menyatakan bahwa, mereka melakukan uji coba pesawat ruang angkasa, dan bukan rudal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler