AS Dakwa Dua Warga Iran Atas Dugaan Campuri Pilpres

Kecurigaan AS tentang campur tangan Iran dalam pilpres 2020 muncul Oktober tahun lalu

EPA-EFE/MICHAEL REYNOLDS
Seseorang berdiri di bilik pemungutan suara. Kecurigaan AS tentang campur tangan Iran dalam pilpres 2020 muncul Oktober tahun lalu. Ilustrasi.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) pada Kamis (18/11) mengajukan tuntutan pidana terhadap dua orang Iran yang dituduh meluncurkan kampanye disinformasi dunia maya dan ikut campur dalam pemilihan presiden AS 2020. Dua warga Iran tersebut menargetkan pemilih serta anggota terpilih Kongres dan perusahaan media AS.

Seyyed Mohammad Hosein Musa Kazemi (24 tahun) dan Sajjad Kashian (27 tahun) masing-masing didakwa memperoleh informasi pemungutan suara rahasia AS secara ilegal dari satu situs web pemilihan negara bagian. Mereka juga didakwa karena bersekongkol dengan pihak lain untuk menyebarkan disinformasi dan mencoba merusak kepercayaan orang Amerika terhadap integritas pemilihan.

Surat dakwaan tersebut menuduh para peretas Iran memperoleh akses ke jaringan komputer sebuah perusahaan media AS. Peretas Iran tersebut menyebarkan klaim palsu tentang pemilihan presiden. Namun aktivitas mereka digagalkan melalui intervensi oleh FBI dan perusahaan media yang tidak disebutkan namanya dalam surat dakwaan.

Sebagai bagian dari dugaan konspirasi, kedua peretas juga mengirim pesan melalui Facebook yang mengaku sebagai sekelompok sukarelawan dari kelompok sayap kanan Proud Boys. Menurut surat dakwaan, pesan tersebut dikirim kepada anggota Kongres dari Partai Republik dan anggota kampanye mantan presiden Donald Trump.

Para peretas mencoba mengakses data pendaftaran pemilih dari 11 situs web negara bagian. Dalam satu kasus, mereka berhasil mengunduh data dari satu situs web negara bagian yang berisi informasi tentang data 100 ribu pemilih yang terdaftar.

“Dakwaan ini merinci bagaimana dua aktor yang berbasis di Iran melancarkan kampanye terkoordinasi dan terarah untuk mengikis kepercayaan pada integritas sistem pemilihan AS dan untuk menabur perselisihan di antara orang Amerika,” kata Asisten Jaksa Agung Matthew G. Olsen dari Divisi Keamanan Nasional Departemen Kehakiman.  

Kecurigaan AS tentang campur tangan Iran dalam pemilihan presiden 2020 muncul pada Oktober tahun lalu. Dua pekan sebelum pemilihan presiden yang digelar November tahun lalu, pejabat tinggi intelijen pemerintahan Trump menuduh Rusia dan Iran berusaha untuk ikut campur dalam pemilihan. Rusia dan Iran telah mendapatkan akses ke beberapa data pemilih AS yang terdaftar.

Beberapa pemilih melaporkan telah menerima surel yang mengaku berasal dari kelompok Proud Boys. Kelompok ini memproklamirkan diri sebagai "chauvinis Barat" yang berada di bawah pengawasan setelah beberapa anggotanya ikut berpartisipasi dalam kerusuhan pada 6 Januari di Capitol.

Menurut dokumen pengadilan, para peretas berharap dapat memanfaatkan akses mereka ke perusahaan media untuk menyebarkan informasi palsu tentang pemilihan presiden. Namun FBI telah memperingatkan perusahaan yang menjadi korban dan membantunya menangkap para peretas.

Pejabat AS dan pakar keamanan pemilihan umum telah lama mengkhawatirkan serangan dunia maya seperti itu, terutama setelah serangkaian insiden serupa terjadi selama dua tahun terakhir di Eropa Timur. Pejabat penegak hukum senior AS mengatakan mereka tidak memiliki bukti yang menunjukkan dugaan aktivitas peretasan berdampak pada hasil pemilihan.

Baca Juga


Departemen Keuangan AS akan menjatuhkan sanksi pada enam warga Iran dan satu kelompok Iran karena mencoba ikut campur pemilihan presiden AS 2020.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler