Fenomena Ular Jadi Pembicaraan Hangat di IPB University

Ular yang ada di IPB University tak beda jauh dengan ular yang ada di permukiman.

HIMAKOVA
Ular Kobra Jawa di Arboretum Lanskap IPB. (ilustrasi)
Rep: Shabrina Zakaria/Antara Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Fenomena ular belakangan menjadi pembicaraan hangat terkait habitatnya di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor. Dosen Fakultas Kehutanan dan Lingkungan pada IPB University, Mirza Dikari Kusrini, menyebutkan jenis ular yang ada di IPB University tidak berbeda jauh dengan ular yang ada di permukiman di luar kampus.

Baca Juga


“Memang ada beberapa jenis ular di Kampus IPB Dramaga yang mungkin susah ditemukan di permukiman, tetapi kebanyakan dan beberapa ular yang dianggap berbahaya itu, sebenarnya bisa ditemukan di permukiman juga,” ujar Mirza melalui keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (19/11).

Dia menyebutkan, ular piton dan kobra juga bisa ditemukan di permukiman. Selain itu, menurutnya, banyak orang yang belum paham bahwa ular seperti kobra maupun piton, itu bisa bertahan di perkotaan. Pasalnya, sambung Mirza, ular jenis ini bisa berada di permukiman karena mampu beradaptasi dengan lingkungan permukiman. Sehingga berpotensi menimbulkan konflik dengan manusia. 

“Jadi tidak aneh kalau di kampus IPB Dramaga Bogor ada ular. Di kampus mana pun atau tempat-tempat mana pun yang memiliki kebun maupun taman, pasti akan ditemukan ular,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia menerangkan penemuan ular dinilainya tidak mudah, terlebih hingga dipatok sampai menyebabkan korban. Menurutnya, ular bukan tipe hewan yang menyerang, tetapi ular ini cenderung untuk lari menghindar. “Kalau ada getaran, ular akan kabur. Beberapa jenis ular akan mempertahankan sarangnya jika diganggu,” imbuhnya.

Dia pun menegaskan, hal yang perlu diperhatikan masyarakat ialah harus berhati-hati dan memahami jika ada satwa liar di sekitar. Mirza pun menekankan agar masyarakat tetap memakai pelindung diri ketika pergi ke kebun, hutan maupun area yang masih banyak terdapat satwa liar. 

Terkait kasus mahasiswa IPB University yang meninggal karena diduga digigit ular pada Rabu (17/11) lalu, ia menyebut, pengalaman ini dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk lebih mengenali gigitan ular serta penanganannya setelah tergigit ular. 

 

Salah satu aktivis Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB University, Imam, menjelaskan sejak 2016 hingga 2021, organisasinya telah memiliki data sebanyak 29 jenis ular yang ditemukan di area kampus IPB University. Pihaknya pun kerap melakukan monitoring herpetofauna seperti ular. 

“Dari temuan tersebut, hanya ada tujuh jenis ular yang berpotensi membahayakan manusia apabila tergigit. Jadi sebenarnya tidak perlu takut berlebihan. Tapi waspada memang penting,” kata Imam. 

Sementara itu, spesialis bedah dari Rumah Sakit Islam Banjarnegara dr Mohammad Fikri Hafidhi SpB menyampaikan tata cara yang tepat menangani gigitan ular berbisa. Dia menjelaskan, caranya adalah dengan memberikan bantalan kain atau kasa yang bersih dan empuk pada bagian dengan bekas gigitan ular.

Kemudian, mengikatnya dengan ikatan yang tidak terlalu kencang. Selanjutnya, orang yang terkena gigitan ular berbisa sebaiknya diimobilisasi agar tidak terlalu banyak bergerak atau diberi bidai (spalk).

"Setelah itu diberi bantalan dan diberi kayu atau botol yang diikat pelan. Misalnya, ada gigitan di lengan maka diberi kayu atau ranting pada ujung atas dan bawah, diikat agar tidak terjadi pergerakan," katanya.

 

 

Ia mengatakan, jika semua itu telah dilakukan, maka orang yang digigit ular berbisa dapat dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat agar mendapat penanganan lebih lanjut. Pasien yang mengalami gigitan ular berbisa, ia mengatakan, bisa diberi serum antibisa ular.

"Serum antibisa ular di Indonesia umumnya hanya ada satu jenis yang berasal dari plasma kuda serta berisi tiga antibisa ular, yakni ular sendok jawa (Naja sputatik), ular weling (Bungarus faciatus), dan ular tanah (Callosellasma rhodostoma)," kata Fikri.

Ia mengemukakan bahwa beberapa cara yang selama ini diterapkan kalangan masyarakat awam dalam menangani gigitan ular berbisa justru bisa membahayakan. "Sering kita temui di masyarakat awam jika terjadi gigitan ular berbisa justru bisanya disedot pakai mulut. Ini berbahaya bagi keduanya, karena bisa yang tersedot ke mulut akan meracuni tubuhnya, ini sangat berbahaya," katanya.

Selain itu menangani gigitan ular berbisa dengan cara mengikat kencang bagian atas dan bawah bekas gigitan ular juga berbahaya. Sebab, hal itu dapat berdampak buruk terhadap bagian gigitan yang berada di antara dua ikatan tersebut. Bagian yang terisolasi itu, menurut dia, bisa menjadi busuk dan kondisi tersebut dapat berujung pada tindakan amputasi.

"Saya juga sering temui kejadian, ada orang kena gigitan ular berbisa dikasih oli bekas. Ini salah dan efeknya juga berbahaya. Masih pula terjadi dilakukan sayatan lokal, dan cara penusukan pada lokasi gigitan ular tersebut," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler