Indonesia Disebut Masih Kekurangan SDM Ekonomi Digital

Menurut Diep, ekonomi digital perlu rencana jangka panjang.

Www.freepik.com
Dunia digital (ilustrasi).
Red: Gilang Akbar Prambadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan data Badan Ekonomi Kreatif, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia pada 2015-2017 sebesar 90 persen.

Baca Juga


Pada 2025 nanti, digital ekonomi Indonesia bernilai 133 miliar dolar Amerika. Ini didukung dengan pertumbuhan e-commerce yang pada 2023 diperkirakan mencapai 9,3 persen dengan nilai 16 juta dolar Amerika.

Komisaris Bukalapak Bambang Brodjonegoro mengatakan, pertumbuhan ekonomi digital yang pesat tidak diimbangi dengan sumber daya di sektor ekonomi digital. Kata Bambang, tiap tahun Indonesia kekurangan SDM di sektor ekonomi digital sebanyak 600 ribu orang.

“Pemerintah harus mencari cara untuk bisa mengatasi kesenjangan SDM di sektor ekonomi digital ini. Salah satunya bisa mengajak kerja sama dengan perusahaan digital dan juga perusahaan rintisan untuk mencari cara tercepat mengatasi kekurangan SDM di ekonomi digital,” kata Bambang dalam webinar Talent Gap in Digital Economy Era yang diselenggarakan University of Technology Sydney dan Katadata, Selasa (23/11).

Bambang menambahkan, pada 2030 diperkirakan kebutuhan SDM di ekonomi digital mencapai 17 juta orang. Ini mulai terlihat dengan semakin banyaknya pekerjaan yang terkait dengan teknologi informasi. Kata Bambang, ada lima pekerjaan yang sekarang banyak diminati dan terkait dengan kemampuan teknologi informasi yaitu back end developer, front end developer, android developer, full stack developer dan data scientist. 

Bambang mengatakan, salah satu penyebab kurangnya sumber daya manusia yang mumpuni di bidang teknologi informasi adalah kurikulum yang tidak update, banyaknya lulusan IT yang tidak bekerja di sektor IT serta ada kesenjangan pemahaman di sektor pendidikan dengan perusahaan.

Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam mengatakan, kampus mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan sumber daya manusia di bidang ekonomi digital. Kata dia, saat ini 20 persen kampus di Indonesia sudah mempunyai program studi informatika dengan jumlah mahasiswa total sekitar 1 juta orang.

“Jadi setiap tahun, ada lulusan sekitar 100 ribu mahasiswa yang siap pakai di industri teknologi informasi. Namun jumlah itu masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan perusahaan teknologi informasi. Karena itu, kampus harus mempunyai strategi khusus untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa agar bisa siap pakai,” kata Nizam.

Nizam menambahkan, kampus sudah mempunyai sejumlah strategi untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa di bidang teknologi informasi. Antara lain kampus bekerja sama dengan perusahaan informatika. Selain itu, juga bekerja sama dengan kampus internasional dengan cara pertukaran mahasiswa serta riset bersama dan yang tidak kalah penting adalah kampus memaksa mahasiswa untuk menciptakan produk yang inovatif.

Dosen senior University of Technology Sydney, Diep Nguyen mengatakan, ekonomi digital bukan lagi tentang masa depan tetapi sudah terjadi saat ini. Dia memberi contoh, ketika pandemi Covid-19 melanda dunia, semua pekerjaan termasuk belajar mengajar bisa dilakukan dari rumah.

“Karena itu, guru, dosen dan juga tenaga pengajar lainnya harus meningkatkan skill digital mereka. Bagaimana guru dan dosen tetap bisa mengajar dan murid atau mahasiswa di rumah masing-masing. Ini tidak bisa dilakukan dalam 1-2 hari,” kata Diep.

Menurut Diep, ekonomi digital perlu rencana jangka panjang. Karena itu, salah satu solusinya adalah pembelajaran secara terus menerus. Diep menjelaskan, University of Technology Sydney membuka kelas pelatihan tentang ekonomi digital. Pelatihan ini dilakukan untuk meningkatkan skill atau kemampuan peserta contohnya memahami tentang blockchain yang saat ini tengah naik daun.

CEO Geekhunter Ken Ratri Iswari mengatakan, perusahaan digital Indonesia harus bersaing dengan perusahaan luar untuk mendapatkan sumber daya manusia di sektor ekonomi digital. Ini karena perusahaan asing dari Singapura atau Malaysia juga berminat untuk merekrut SDM di bidang ekonomi digital dari Indonesia. Karena itu, Geekhunter juga sering mengalami kesulitan apabila ada perusahaan digital meminta bantuan untuk dicarikan SDM.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler