Bolehkah Orang Tua Asuh Selenggarakan Aqiqah?

Idealnya aqiqah itu dilaksanakan oleh orang tua anak yang diaqiqahi.

Antara
Bolehkah Orang Tua Asuh Selenggarakan Aqiqah?
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, 

Baca Juga


Pertanyaan:

Bolehkah orang tua asuh menyelenggarakan aqiqah untuk anak asuhnya yang belum diaqiqahi oleh orang tua kandungnya?

Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Pusat Muhammadiyah (disidangkan pada Jumat, 6 Syakban 1442 H / 19 Maret 2021 M)

Jawaban:

Aqiqah adalah tuntunan agama yang berkaitan dengan anak bayi yang berisikan tiga kegiatan sekaligus. Saat seorang bayi berusia tujuh hari diselenggarakan penyembelihan binatang hewan kambing, memberi nama dan mencukur rambut bayi hingga gundul. Jumlah hewan yang disembelih untuk anak bayi laki-laki dua ekor kambing. Sedangkan untuk anak bayi perempuan disembelihkan satu kambing. Ini didasarkan pada hadits-hadits Nabi saw sebagai berikut:

عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْغُلَامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى يَوْمَ السَّابِعِ [رواه الحاكم].

Dari al-Hasan dari Samurah bin Jundab r.a., (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: Setiap anak tergadai dengan akikahnya (hingga) pada hari ketujuh dari kelahirannya disembelihkan (binatang kambing), kepalanya dicukur hingga gundul dan diberi nama (yang baik) pada hari ketujuh [H.R. al-Hakim dalam al-Mustadrak].

Terkait waktu pelaksanaan aqiqah, telah dibahas pada buku Tanya Jawab Agama Jilid IV. Pada buku itu dipaparkan bahwa aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh sejak kelahiran. Hal ini berdasarkan hadis dari Samurah yang disebutkan di atas.

Memang ada pula pendapat yang menyatakan bahwa aqiqahbisa dilaksanakan selain dari itu, seperti hari keempat belas, hari kedua puluh atau hari lainnya. Namun demikian, berpijak pada Fatwa Tarjih yang termuat dalam buku Tanya Jawab Agama tersebut, Majelis Tarjih cenderung pada keterangan dalam hadis yang mejelaskan akikah dilakukan pada hari ketujuh kelahiran.

Hal ini karena hadis yang mendasari aqiqahdi selain hari ketujuh bermasalah dan tidak dapat dijadikan hujjah. Selengkapnya dapat dibaca pada buku Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama, Jilid IV, yang disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, diterbitkan Suara Muhammadiyah pada halaman 233-234.

 

Idealnya aqiqah itu dilaksanakan oleh orang tua anak yang diaqiqahi. Itu bisa didasarkan pada argumentasi umum, bahwa apa yang menjadi hak dan kewajiban anak wajib ditunaikan dan diajarkan oleh orang tuanya. Ini, antara lain didasarkan pada keumuman makna hadis Nabi saw sebagai berikut:

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ [البقرة (2): 233].

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya … [Q.S. al-Baqarah (2): 233].

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا – وَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ يُولَدُ يُولَدُ عَلَى هَذِهِ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ [رواه مسلم].

Dari Abu Hurairah (diriwayatkan), dari Rasulllah saw bersabda, Siapa dilahirkan ia dilahirkan atas dasar fitrah ini. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi dan Nasrani [H.R. Muslim].

Sungguh pun demikian, agama juga mengajarkan bahwa aqiqah dapat ditunaikan bukan oleh orang tua bayi yang diaqiqahi. Aqiqah dapat diselenggarakan oleh orang yang menjadi penanggungjawab biaya sekaligus yang mendidik anak yang diakikahi. Ini dilakukan oleh Rasulullah saw saat mengaqiqahi Hasan dan Husain yang menjadi cucunya sebagaimana diterangkan Hadis Nabi saw sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ،أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ، وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا [رواه أبو داود].

Dari Ibnu Abbas (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw menyelenggarakan aqiqah Hasan dan Husain masing-masing dengan satu kambing besar. [H.R. Abū Dāwud].

 

عن ابن عباس: أن رسول اللَّه -صلى اللَّه عليه وسلم- عقَّ عن الحسن والحسين كَبْشًا كَبْشًا [حكم الألباني:  صحيح: لكن في رواية النسائي: “كبشين كبشين” وهو الأصح].

Dari Abdullah bin Abbas (diriwayatkan), bahwa Rasulullah saw menyelenggarakan aqiqah untuk Hasan dan Husain masing-masing sebanyak satu kambing [Ini riwayat Abū Dāwud dengan derajat sahih, tetapi riwayat an-Nasāī yang menyebutkan masing-masing dua kambing itu lebih sahih, demikian komentar Nashiruddin al-Albani].

Memperhatikan uraian terdahulu kiranya solusi atas persoalan di atas adalah sebagai berikut:

• Hukum aqiqah adalah sunnah mu`akkadah dan dibebankan kepada yang mampu.

• Pelaksanaan aqiqah dilakukan pada hari ketujuh kelahiran bayi dan pihak yang melaksanakan adalah orang tua dengan catatan bahwa orang tua mampu melaksanakannya;

• Apabila orang tua tidak mampu maka tidak ada dosa, sementara jika pihak lain berkenan untuk membantu, maka hal itu diperbolehkan.

• Pengasuh anak, baik itu individu maupun lembaga, hakikatnya tidak menanggung pelaksanaan akikah anak yang ia asuh, namun apabila sanggup dan berkenan untuk melaksanakan aqiqah anak ketika usianya tujuh hari, maka itu hal yang baik dan diperkenankan.

Wallahu a‘lam bish-shawab

Link artikel asli

sumber : Suara Muhammadiyah
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler