KPK Harap MA tak Pangkas Hukuman Edhy Prabowo
Pengadilan Tinggi DKI memperberat hukuman Edhy Prabowo dari 5 menjadi 9 tahun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap Mahkamah Agung (MA) tidak memberi potongan hukuman pidana bagi terdakwa suap ekspor benih lobster, Edhy Prabowo. Mantan menteri kelautan dan perikanan itu mengajukan kasasi lanjutan setelah hukumannya diperberat dalam banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
"Kami meyakini independensi dan profesionalitas Majelis Hakim di tingkat MA, yang akan memutus perkara dengan seadil-adilnya dan mempertimbangkan seluruh aspek sesuai kaidah-kaidah hukum," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jalarta, Senin (29/11).
Ali Fikri berharap MA berpandangan bahwa korupsi merupakan extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa. Dia melanjutkan, tindak pidana korupsi telah memberikan dampak buruk yang nyata dirasakan masyarakat luas dan menghambat pemulihan ekonomi nasional.
"Sehingga butuh komitmen seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi dalam upaya bersama pemberantasan korupsi sesuai tugas dan fungsinya masing-masing," katanya.
Hingga saat ini, KPK belum mengeksekusi Edhy Prabowo ke lembaga pemasyarakatan. Hal tersebut mengingat perkara terdakwa Edhy Prabowo saat ini belum memiliki kekuatan hukum tetap menyusul upaya hukum lanjutan yang dilakukan mantan wakil ketua umum Gerindra itu
Terkait upaya hukum tersebut, Ali mengatakan bahwa tim jaksa akan menyusun kontra memori kasasi. Dia menjelaskan, hal tersebut sebagai bantahan atas dalil dan argumentasi terdakwa dimaksud.
Sebelumnya, Edhy Prabowo mengajukan kasasi atas vonis sembilan tahun penjara yang diputus Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Upaya hukum lanjutkan itu seperti dilihat dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kasasi diajukan lantaran Edhy diduga keberatan dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pada 11 November lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak permohonan banding yang diajukan Edhy Prabowo.
Majelis hakim banding menilai, hukuman pengadilan tingkat pertama sebesar lima tahun penjara bagi Edhy belum mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat. Edhy juga tetap dibebankan membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Edhy juga diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.457.219 dan 77 ribu dolar AS subsider tiga tahun penjara. Putusan di tingkat banding itu dijatuhkan pada 21 Oktober 2021 oleh Haryono selaku hakim ketua majelis, Mohammad Lutfi, Singgih Budi Prakoso, Reny Halida Ilham Malik serta Anton Saragih masing-masing sebagai hakim anggota.
Seperti diketahui, Edhy Prabowo diyakini menerima suap senilai Rp 25,7 miliar secara bertahap berkenaan dengan penetapan izin ekspor benih lobster. Edhy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.