Pacu Kredit, Saatnya BPR Berkolaborasi dengan Fintech

OJK mencatat kinerja BPR dan BPRS masih terjaga dan tumbuh positif pada tahun ini.

BPR, ilustrasi
Rep: Novita Intan Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang bekerja sama dengan perusahaan financial technology (fintech) mengaku kolaborasi keduanya berhasil meningkatkan portofolio kredit BPR sebesar 40 persen."Saat ini sudah ada 51 BPR dan 31 fintech yang bekerja sama," ucap Direktur Eksekutif Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto dalam Media Briefing Launching Roadmap Pengembangan Industri BPR dan BPRS 2021-2025 di Jakarta, Selasa (30/11).

Baca Juga


Maka dari itu, OJK akan terus mendorong kolaborasi BPR dengan fintech agar bisa menutupi kekurangan masing-masing institusi, sehingga menciptakan efisiensi.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana berpendapat BPR bisa memanfatkan teknologi dari fintech untuk meningkatkan kinerja, sedangkan fintech bisa memanfaatkan jaringan yang luas dari BPR untuk menjangkau masyarakat hingga ke pelosok daerah."Jadi fintech bukanlah ancaman bagi BPR," kata Heru.

Mengutip berbagai riset, ia menjelaskan kolaborasi BPR dengan fintech mmeberikan hubungan komplementer, serta menjadikan fintech bukan sebagai kompetitor yang besar bagi BPR hingga menjaga keberlanjutan dan meningkatkan efisiensi BPR dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Selain itu, kerja sama juga dapat menutupi kekurangan masing-masing institusi sehingga menciptakan efisiensi dan manfaat terbesarnya adalah penurunan biaya dan menciptakan diferensiasi program."Kami akan terus mendorong manfaat ini supaya BPR dan BPRS kita juga semakin kuat ke depan dan memang fintech bukan ancaman, tetapi bagaimana kolaborasi dan saling menguntungkan," katanya.

Sementara itu OJK mencatat kinerja BPR dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) masih terjaga dan tumbuh positif pada tahun ini. Hal ini tercermin dari pertumbuhan aset, dana pihak ketiga (DPK), penyaluran kredit atau pembiayaan BPR dan BPRS yang sempat melandai sejak awal pandemi Covid-19.

Menurut Heru Kristiyana, periode Januari sampai September 2021, aset BPR dan BPRS tumbuh 8,9 persen atau Rp 178,393 miliar, penyaluran kredit meningkat 4,33 persen atau Rp 126,141 miliar, dan dana pihak ketiga (DPK) meningkat 11,27 persen atau Rp 123,764 miliar.

"Gambaran ini menandakan bahwa walau didera pandemi, industri BPR dan BPRS masih menunjukkan perkembangan yang sangat bagus dan ini perlu kita apresiasi karena mereka tetap berdaya tahan dalam menghadapi Covid-19," ujarnya.

 

Heru menyebut industri BPR dan BPRS tetap resilience di dalam menghadapi pandemi Covid-19. Selain itu, berbagai aspek juga dilaporkan masih positif. 

“Beberapa indikator lain terkait ketahanan perbankan seperti rasio permodalan, rasio profitabilitas, hingga rasio likuiditas BPR dan BPRS juga menunjukkan kondisi yang sangat baik,” ucapnya.

Begitu pula kata Heru rasio kredit macet yang sangat terkendali baik jika dilihat dari non performing loan (NPL) bruto maupun neto yang masih dikelola dengan sangat hati-hati. "Kami melihat ketahanan permodalan BPR dan BPRS masih sekitar 23,86 persen dengan rasio pembiayaan terhadap simpanan yang cukup baik," ucapnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, dia mengungkapkan industri BPR dan BPRS masih melakukan konsolidasi, sehingga terus menurun jumlahnya. Hal tersebut menggambarkan penguatan permodalan telah meningkatkan kinerja kedua industri tersebut dalam melakukan aksi korporasi seperti konsolidasi.

Tercatat pada September 2021, capital adequacy ratio (CAR) tumbuh 32,01 persen dari sebelumnya 29,89 persen. Kemudian loan to deposit ratio (LDR) tumbuh 74,90 persen dari sebelumnya 75,44 persen.

Dari BPRS, indikator CAR turun 23,86 persen yang sebelumnya 28,60 persen per Desember 2021. Lalu, financing to deposit ratio (FDR) turun 105,20 persen dari sebelumnya 108,78 persen per Desember 2020.

Berikutnya pada risiko kredit, BPR mencatat rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) secara gross dan net masing-masing sebesar 7,53 persen dan 5,02 persen pada September 2021. Sedangkan pada BPRS, rasio pembiayaan macet (non-performing financing/NPF) secara gross dan net masing-masing tercatat sebesar 7,94 persen dan 6,56 persen pada September 2021.

Industri BPR juga tercatat dari rasio profitabilitas dengan return on asset (ROA) dan pendapatan operasional (BOPO) masing-masing 1,76 persen dan 84,35 persen pada September 2021. Sedangkan kinerja BPRS masing-masing 1,84 persen dan 81,81 persen pada September 2021.

Sejak Januari sampai September 2021, jumlah BPR dan BPRS sebanyak 1.646, menurun dari tahun 2020 yang sebanyak 1.669 dan 2019 sebanyak 1.709.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler