Terapi Kelompok di Hari Disabilitas Internasional

Setiap anak berkebutuhan khusus (ABK) punya fasenya sendiri-sendiri untuk keterapian.

Republika/Binti Sholikah
Anak-anak berkebutuhan khusus di UPT Pusat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif (PLDPI) Solo merayakan Hari Disabilitas Internasional, Jumat (3/12).
Rep: Binti Sholikah Red: Muhammad Fakhruddin

REPUBLIKA.CO.ID,SOLO - Nyanyian lagu Topi Saya Bundar terdengar di sebuah gazebo di Taman Terapi UPT Pusat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif (UPT PLDPI), Solo, Jawa Tengah, Jumat (3/12). Sembilan anak terlihat bersemangat dan gembira menyanyikan lagu ciptaan Pak Kasur tersebut. Mereka menirukan gerakan-gerakan tangan para pandamping yang juga ikut bernyanyi.


Dua lagu lainnya turut dinyanyikan sebagai terapi kelompok bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Hari itu, anak-anak klien UPT PLDPI tengah merayakan Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap 3 Desember. Mereka mengikuti terapi kelompok untuk melatih sensor motorik.

Psikolog UPT PLDPI Kota Solo, Kurniasih Ayu Archentari, mengatakan, kegiatan terapi kelompok dalam rangka Hari Disabilitas Internasional ada dua sesi. Anak-anak akan berkumpul bersama-sama kemudian menyanyikan tiga lagu yang paling disukai, sambil menirukan gaya.

"Harapannya dengan terapi kelompok ini mereka bisa merasakan bersama-sama kegembiraan dan melatih motorik mereka, koordinasi tubuh dengan gerakan-gerakan kami dengan cara yang menyenangkan bagi mereka," kata Kurniasih saat dijumpai Republika di sela-sela kegiatan tersebut.

Menurutnya, kegiatan terapi kelompok cukup rutin dilakukan dengan menyesuaikan jadwal anak dan keterapiannya pada saat itu. Sebab, setiap anak berkebutuhan khusus (ABK) punya fasenya sendiri-sendiri untuk keterapian.

Biasanya mereka melakukan terapi individu. Kecuali, untuk kelas adaptif dan kelas transisi bagi anak-anak yang sudah bisa lulus dari keterapian dan anak masuk sekolah. Sehingga mereka sudah bisa dilatih dalam bentuk kelas lebih dari satu anak.

Dalam menyambut Hari Disabilitas Internasional, kegiatan utama PLDPI Solo berupa meluncurkan 24 buku seri tentang anak-anak berkebutuhan khusus pada hari tersebut. Sebanyak 24 buku yang sudah dicetak itu diluncurkan sekaligus dibubuhi tanda tangan setiap penulisnya.

Buku-buku itu ditulis oleh para terapis dan psikolog UPT PLDPI Solo. Di antaranya terapis wicara, terapis okupasi, terapis perilaku, fisioterapi, terapis pedagog kami dan psikolog.

Kurniasih menjelaskan, buku-buku itu ditujukan kepada para orang tua dan masyarakat pada umumnya. Buku itu berisi edukasi mengenai anak-anak berkebutuhan khusus. Ada 24 varian anak-anak berkebutuhan khusus, seperti retardasi mental, down syndrom, amputasi pada anak, paraplegia, dan kecemasan pada anak. Selain itu, ada anak berkebutuhan khusus yang memiliki kemampuan lebih yakni anak cerdas istimewa atau bakat istimewa. Sebetulnya mereka juga berkebutuhan khusus tapi arah terapinya memanfaatkan kapasitas kognitif mereka yang lebih dari anak-anak seusianya agar tetap bisa beradaptasi dengan lingkungan.

"Dengan buku itu harapannya masyarakat semakin melek lagi terhadap anak-anak berkebutuhan khusus dan semakin paham anak berkebutuhan khusus itu tidak hanya satu atau dua tapi banyak sekali. Dan saat mereka sudah punya pengetahuan tentang hal itu, harapannya toleransi mereka lebih tinggi terhadap anak-anak berkebutuhan khusus. Artinya masyarakat bisa menerima keberadaan mereka dan memfasilitasi. Jadi kita hidup berdampingan lebih harmonis," paparnya.

Kurniasih menambahkan, saat ini jumlah anak yang melakukan terapi di UPT PLDPI Solo mencapai 235 anak per awal Desember 2021. Sebanyak 90 persen berasal dari Solo, dan 10 persen dari luar kota. Dari jumlah tersebut, ada 17 kekhususan di PLDPI, antara lain, autis, attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), anak dengan disabilitas (ADD), lamban belajar, retardasi mental, down syndrom, gangguan pendengaran, low vision, cerebral palsy, dan sebagainya.

Di sisi lain, dia menilai program dan layanan yang disediakan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo bagi anak-anak berkebutuhan khusus sudah cukup baik. Ada banyak unit layanan disabilitas, salah satunya di PLDPI.

"Pemerintah sudah banyak mengerahkan program, kegiatan dan fasilitas. Tapu kita lihat setiap tahun itu terus bertambah anak-anak berkebutuhan khusus dan disabilitas. Jadi dengan terus bertambahnya ABK tentu sebaiknya diimbangi dengan lebih banyak lagi fasilitas dan unit-unit layanan disabilitas di Kota Solo," terangnya.

Selain itu, dia mendorong agar Pemkot lebih memperhatikan dalam upaya menciptakan budaya toleransi antar masyarakat pada umumnya dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Serta budaya inklusif itu sendiri.

"Yang paling penting menciptakan budaya inklusifnya di Kota Solo. Kalau satu sama lain sudah saling toleransi akan lebih mudah untuk bisa membantu, memfasilitasi dan memahami kebutuhan mereka," jelasnya.

Di samping itu, Pemkot diminta meningkatkan fasilitas umum bagi penyandang disabilitas. Misalnya dalam masa pandemi, tempat cuci tangan yang dapat diakses penyandang disabilitas dinilai masih minim. Selain itu, jumlah guru pembimbing khusus di sekolah-sekolah juga dianggap perlu diperbanyak. Sebab, peserta didik ABK setiap tahun jumlahnya bertambah.

"Idealnya satu anak berkebutuhan khusus itu satu guru pembimbing khusus. Tapi butuh waktu mengimplementasikan itu," pungkasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler