IM57+ Siap Audit Harta Kekayaan Pimpinan KPK Secara Gratis
IM57 Institute menanggapi naiknya harta kekauaan pimpinan KPK
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Memanggil 57 (IM57+) Institute yang digagas mantan Kasatgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku siap mengaudit harta kekayaan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron. Hal tersebut menyusul adanya peningkatan harta kekayaan Rp 4,25 miliar milik Ghufron selama setahun menjabat sebagai pimpinan KPK.
"IM57+ Institute siap untuk melakukan audit terhadap harta kekayaan pimpinan KPK tanpa bayaran sepeserpun," kata Ketua IM57+ Praswad Nugraha dalam keterangan, Jumat (3/12).
Dia mengatakan, audit dilakukan sebagai komitmen dalam melanjutkan kontribusi dalam pemberantasan korupsi di luar sistem. Praswad melanjutkan, audit terhadap harta kekayaan Pimpinan KPK menjadi bentuk pertanggungjawaban kepada publik.
Dia mengatakan, audit juga dialkukan mengingat kekayaan ini terungkap setelah Ketua KPK, Firli Bahuri dan Wakil Ketua KPK, Lily diputus bersalah dalam proses etik di lembaga antirasuah tersebut. Firli diputus bersalah berhubungan dengan gaya hidup mewah sedangkan Lily terbukti melakukan komunikasi dengan pihak berperkara di KPK.
Dia mengingatkan bahwa segala bentuk peningkatan harta kekayaan harus dapat dipertanggungjawabkan ke publik. Terlebih, sambung dia, pimpinan KPK merupakan posisi jabatan strategis dalam pemberantasan korupsi serta harus dapat memberikan contoh ke masyarakat.
"Hal tersebut juga untuk menghindari berbagai spekulasi masyarakat yang timbul atas adanya peningkatan harta tersebut," katanya.
Praswad mengatakan, esensi adanya LHKPN merupakan salah satu upaya untuk menciptakan iklim transparansi dan akuntabilitas khususnya dalam mencegah adanya peningkatan kekayaan dari sumber ilegal. Dia melanjutkan, pimpinan KPK juga perlu menjelaskan secara komprehensif peningkatan dimaksud.
Seperti diketahui, dalam LHKPN 2019, Nurul Ghufron tercatat memiliki harta kekayaan yang dilaporkan senilai Rp 9.230.857.661. Sedangkan dalam LHKPN 2020, Ghufron terlihat memiliki total kekayaan Rp 13.489.250.570 atau naik sekitar Rp 4,25 miliar.
Adapun rincian harta kekayaannya pada 2020, Ghufron memiliki 13 tanah dan bangunan senilai Rp11.080.000.000, alat transportasi Rp297.000.000, harta bergerak lainnya Rp162.769.600, surat berharga Rp500.000.000, kas dan setara kas Rp2.706.880.970, dan harta lainnya Rp121.600.000. Dia juga memiliki utang Rp1.379.000.000. Dengan demikian total harta kekayaannya senilai Rp13.489.250.570.
Sementara untuk harta kekayaannya pada 2019, Ghufron tercatat memiliki 12 bidang tanah dan bangunan senilai Rp8.220.000.000, alat transportasi Rp472.000.000, harta bergerak lainnya Rp137.977.500, kas dan setara kas Rp982.880.161. Ia juga tercatat memiliki utang senilai Rp582.000.000 sehingga total kekayaan yang dilaporkannya pada 2019 senilai Rp9.230.857.661.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, menjelaskan kenaikan harta kekayaan miliknya sejak menjabat sebagai pimpinan lembaga antirasuah. Dia mengatakan, kekayaan miliknya meningkat berkat sejumlah aset berupa tanah dan bangunan.
"Perlu saya jelaskan aset saya kebanyakan properti tanah dan bangunan yang saya beli dari Lelang negara," kata Nurul Ghufron di Jakarta, Jumat (3/12).
Dia menjelaskan, objek lelang ketiga dengan harga likuidasi pembeliannya relatif murah. Dia mengatakan, objek lelang tersebut setelah dimenangkan kemudian direnovasi dan dijadikan rumah atau indekos atau dijual kembali setelah aset dimenangkan.
"Saya di jember memiliki 3 lokasi kosan yang kamarnya total sekitar 70 kamar meskipun masa Covid-19 ini incomenya relatif turun," katanya.
Ghufron mengatakan, aset tersebut dia lampirkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bukan saja sebagai harga pasar tempat tinggal namun sebagai rumah indekos. Dia melanjutkan, kondisi tersebut membuat nilai aset bisa menjadi dua kali lipat dari harga beli.
"Sehingga kenaikan LHKPN tersebut karena penyesuaian nilai harta tersebut," katanya.
Sementara Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 memiliki lebih banyak kontroversi dibanding prestasi. ICW menilai bahwa sudah ada banyak menemukan kontroversi tersebut dalam satu bulan terakhir.
"Rasanya Komisioner KPK periode 2019-2023 tidak henti-hentinya menghasilkan kontroversi di tengah masyarakat. Dalam satu bulan terakhir saja, setidaknya tiga Komisioner KPK telah bertindak serupa," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan, Jumat (3/12).
Dia menyebutkan, kontroversi dimulai saat Ketua KPK, Firli Bahuri melakukan pencitraan dengan menggembar-gemborkan hukuman mati bagi koruptor. Kontroversi selanjutnya dilakukan oleh Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron terkait peningkatan harta kekayaan yang sangat drastis.
Terakhir, Kurnia mengatakan, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata perihal kepala desa. Dalam peluncuran desa antikorupsi, Alexander mengatakan bahwa kepala desa bisa mengembalikan uang yang dikorupsi tanpa harus dipenjara lewat putusan pengadilan.
Menurutnya, langkah tersebut bisa dilakukan jika uang yang dikorupsi tidak bernilai besar. Alex menilai lebih tepat kalau kepala desa tersebut dipecat berdasarkan musyawarah yang melibatkan masyarakat setempat. Menurutnya, proses persidangan akan menghabiskan biaya yang lebih besar.
"Hingga saat ini ICW tidak memahami apa tujuan mereka menduduki jabatan sebagai Komisioner KPK. Memberantas korupsi atau hanya sekedar mencari sensasi dengan segala kontroversinya?" katanya.