Suami Perintahkan Istri Lepas Cadar, Haruskah Ditaati?

Hukum cadar menurut para ulama adalah tidak wajib

AP/Dar Yasin
Hukum cadar menurut para ulama adalah tidak wajib. Wanita bercadar. (ilustrasi)
Rep: Imas Damayanti, Ali Yusuf Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebagian Muslimah memutuskan untuk menggunakan cadar. Lantas bagaimana jika suami meminta istrinya yang bercadar tersebut agar melepaskannya? 

Baca Juga


 

Anggota Komite Fatwa di Pusat Fatwa Internasional Al-Azhar Syekh Muhammad Al-Alimi menjelaskan hukum mengenai seorang suami yang meminta istrinya melepas cadar.

 

Dilansir di Masrawy, Jumat (3/12), dalam tanggapannya, Syekh Al-Alimi menjawab bahwa masalah pernikahan harus dibicarakan secara privat dalam rumah tangga. Terutama masalah yang masih menimbulkan perdebatan  di kalangan fuqaha mengenai permasalahan ini.

 

Dijelaskan bahwa terdapat perbedaaan pandangan bahwa antara laki-laki dengan istrinya tentang melepas atau memakai cadar. Ini dalam batas yang diperbolehkan dan dalam batas yang menerima pembicaraan antara suami dengan istri untuk mencapai kesimpulan yang mereka berdua sepakati.

 

Syekh Al-Alimi melanjutkan bahwa aturan hukum mengenai hal ini secara syariat. Yakni secara dasar bahwasannya hukum memerintahkan atau melepas bercadar bagi seorang wanita adalah boleh secara syariat. 

 

Beliau menekankan bahwa dibolehkan hal tersebut karena wanita memiliki kebebasan dalam memakai ataupun melepas cadarnya.

 

Kecuali telah sampai kondisi yang tertentu bagi istri yang membuat cadar baginya adalah wajib. Dalam hal ini, wanita dapat bernegosiasi dengan suaminya dengan cara yang baik dan dia dapat mengambil apa yang menjadi haknya dengan menjelaskan pendapat kepada suaminya.

 

Sementara itu, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) KH Mahbub Maafi dalam bukunya "Tanya Jawab Fiqih Sehari-hari" mengatakan persoalan memakai cadar (niqab) bagi perempuan sebenarnya adalah masalah yang masih diperselisihkan oleh para pakar hukum Islam. 

 

"Namun kami akan menyuguhkan secara global sebagaimana yang didokumentasikan dalam kitab Al-Mawsu'atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah. Menurut Mazhab Hanafi, di zaman sekarang perempuan yang masih muda (al-mar'ah asy-syabbah) dilarang membuka wajahnya di antara laki-laki titik bukan karena wajah itu termasuk aurat, Tetapi lebih untuk menghindari fitnah. 

 

"Mayoritas fuqaha baik dari mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali) berpendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat. Jika demikian, wanita boleh menutupinya dengan cadar dan boleh membukanya. Menurut mazhab Hanafi, di zaman kita sekarang wanita muda (al-mar'ah asy-syabbah) dilarang memperlihatkan wajah di antara laki-laki. Bukan karena wajah itu sendiri adalah aurat tetapi lebih karena untuk menghindari fitnah." (Al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizarah al-Awqaf wa Syu'un al Islamiyyah,juz XLI, hal.143).

 

Menurutnya, berbeda dengan Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki menyatakan bahwa makruh hukumnya wanita menutupi wajah, baik ketika dalam salat maupun diluar salat karena termasuk perbuatan berlebih-lebihan (al-ghuluw).

Namun disisi lain mereka berpendapat bahwa wajib menutupi dua telapak tangan dan wajah bagi wanita muda yang dikawatirkan menimbulkan fitnah, ketika ia adalah wanita yang cantik atau dalam situasi banyak muncul kebejatan atau kerusakan moral.

 

Sementara itu, di kalangan Mazhab Syafi'i terjadi silang pendapat titik pendapat pertama menyatakan bahwa memakai cadar bagi wanita adalah Haji titik pendapat kedua adalah sunnah sedang pendapat ketiga adalah "khilaful awla" menyalahi yang utama karena utamanya tidak bercadar.   

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler