Otak Sindikat Pembuat Kartu Prakerja Fiktif Ditangkap
Dengan Kartu Prakerja inilah komplotan ini berhasil meraup keuntungan Rp 18 miliar.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar menangkap otak pembuat kartu Prakerja fiktif. Tersangka BY (26 tahun) ditangkap di Saraminda, Kalimantan Timur setelah buron bebarap hari.
Dengan ditangkapnya BY, maka jumlah tersangka sindikat pembuat kartu Prakerja menjadi lima orang. Sebelumnya polisi telah menangkap AP, AR, RW, dan WG.
Direktur Reskrimsus Polda Jabar, Kombes Pol Arif Rachman, SIK, membuka jatidiri BY yang menjadi hacker dalam kasus ini. Tersangka berperawakan sedang ini merupakan lulusan Sekolah Tinggi Teknologi swasta di Samarinda.
"Dia lulusan sekolah tinggi teknologi. Dia menjadi otak dalam kasus ini," kata dia kepada para wartawan di Mapolda Jabar, Senin (6/12).
Menurut Arif, BY berhasil membobol wibesite BPJS Ketenagakerjaan dan kemudian mengambil nomor induk kependudukan (NIK). NIK inilah yang kemudian dijadikan bahan pembuatan kartu Prakerja fiktif.
Dengan Kartu Prakerja inilah komplotan ini berhasil meraup keuntungan hingga Rp 18 miliar. "Pelaku utama (otaknya) ada di luar pulau (Kalimantan). Dia pembuat atau pelaku illegal access data NIK, bukan diambil dari server," ujar dia.
Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Ditjen kependudukan dan Catatan Sipil, Kemendagri, Erikson P Manihuruk, mengatakan, sindikat pembuat Kartu Prakerja mengambil data NIK dari wibsite BPJS Ketenagakerjaan.
"Datanya (NIK) diambil dari website BPJS. Dengan data ini dia membuat KTP, tapi dalam bentul file JPG. Bukan dalam bentuk fisik kartu," kata dia yang dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolda Jabar.
Erikson mengatakan, pembobolan data seperti ini sudah berlangsung sejak 2019. Komplotan ini, kata dia berhasil membuat Kartu Prakerja fiktif karena memiliki pengetahuan teknologi informasi. Dengan modal pengetahuan tersebut, imbuh dia, komplotan ini telaten dalam mengumpulkan NIK secara rendem.
"Komplotan ini tahu konsep NIK seperti apa. Dan dia telaten dan secara sistem paham. Atas kasus ini kami akan melakukan evaluasi secara mendalam agar hal serupa tak terulang," tutur dia.
Sebagaimana diketahui, pengungkapan kasus ini berawal dari banyaknya pemberitaan kebocoran data kependudukan yang disalah gunakan dan diperjualbelikan secara bebas oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain nitu, banyaknya kebocoran data dan distribusi penyaluran dana Program Prakerja.
Atas dasar itulah Subdit Indag dibantu Subdit Siber Krimsus Polda Jabar melakukan patroli cyber dan penyelidikan. "Kami kemudian melakukan undercover ke group Telegram sindikat jual beli data dengan nama Toko Driveria dan Selera Indonesia," kata Arif.
Dari hasil penyelidikan dan profiling, sambung Arif, polisi mendapatkan data sindikat pembuatan kartu Prakerja yang diregister dengan data hasil hacking ke Dukcapil. Dengan data dan informasi tersebut, imbuh dia, polisi akhirnya menangkap para tersangka berikut barang buktinya.
Menurut Arif, para tersangka dijerat Pasal 51 ayat (1) Jo Pasal 35 dan/atau Pasal 46 ayat (1) jo Pasal 30 ayat (1) UU No 19 tahun 2016 tentang Perubahan UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain itu mereka juga dijerat dengan Pasal 95 jo Pasal 79 ayat (1) dan pasal 86 ayat (1) UU No 24 tahun 2013 tentang Perubahan UU No 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Sebagaimana diketahui, Program Kartu Prakerja mulai diluncurkan Presiden RI Joko Widodo pada April 2020. Saat pertama kali diluncurkan, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 10 triliun dengan target penerima manfaat sebanyak 5,6 juta orang. Sedangkan pada 2021, pemerintah kembali mengucurkan anggaran sebesar Rp 21,1 triliun dengan target penerima manfaat sebanyak 5,97 orang.
Program Kartu Prakerja memiliki pagu sebesar Rp3,55 juta untuk tiap penerima manfaat/peserta. Uang itu dialokasikan untuk biaya pelatihan sebesar Rp1 juta, insentif pelatihan Rp 2,4 juta, dan diberikan secara bertahap sebanyak empat kali. Selain itu peserta juga mendapat insentif pengisian survei Rp 150 diberikan bertahap sebanyak tiga kali setelah mengisi survei.