WHO: Plasma Konvalesen tak Bermanfaat untuk Pasien Covid-19

Tim pakar WHO tak merekomendasikan plasma konvalesen untuk pasien Covid-19.

Prayogi/Republika.
Penyintas Covid-19 mendonorkan plasma darahnya. WHO sangat tidak menganjurkan plasma konvalesen untuk pasien Covid-19 ringan dan tidak merekomendasikannya untuk pasien bergejala berat dan kritis.
Rep: Puti Almas, Haura Hafizhah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak merekomendasikan plasma konvalesen untuk pasien Covid-19. Dalam sebuah pernyataan, badan tersebut mengatakan bahwa  komponen darah penyintas Covid-19 yang kaya akan antibodi itu sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan gejala ringan, sedang, maupun berat.

"Bukti saat ini menunjukkan bahwa plasma darah tidak meningkatkan kelangsungan hidup atau mengurangi kebutuhan akan ventilasi mekanis," ujar WHO dalam saran yang diterbitkan di British Medical Journal, seperti dilansir DW, Selasa (7/12).

Baca Juga


Selain tak bermanfaat, menurut pakar WHO, pemberian plasma konvalesen juga mahal dan proses transfusinya memakan waktu. Dikutip AP, pakar WHO mengatakan, kesimpulan tersebut diambil dari hasil 16 uji coba yang melibatkan lebih dari 16 ribu pasien dengan beragam tingkat keparahan Covid-19.

"Oleh karena itu, WHO sangat tidak menganjurkan penggunaan plasma konvalesen pada pasien Covid-19 yang tidak parah dan tidak merekomendasikannya pada pasien bergejala berat dan kritis, kecuali dalam konteks uji coba acak dengan kontrol," kata WHO.

Dalam pernyataan setebal 81 halaman, grup pakar WHO menegaskan bahwa "tidak ada manfaat yang jelas untuk perbaikan pasien kritis". Ini artinya, pemberian plasma konvalesen tidak ada manfaatnya bagi pasien yang membutuhkan ventilator dan tidak dapat menurunkan risiko kematian pasien Covid-19.

Secara hipotesis, penggunaan plasma darah dengan antibodi yang dikandungnya dapat menetralkan virus corona jenis baru (SARS-CoV-2). Selain itu, plasma konvalesen juga diyakini menghentikan replikasi virus dan menghentikan kerusakan jaringan.

Sebaliknya, beberapa penelitian yang menguji plasma konvalesen justru menunjukkan tidak ada manfaat nyata perannya dalam mengobati pasien Covid-19 dengan gejala parah. Uji coba yang berbasis di Amerika Serikat (AS) terkait plasma darah juga telah dihentikan pada Maret 2021 setelah ditemukan bahwa plasma konvalesen tidak mungkin membantu pasien Covid-19 dengan gejala ringan hingga sedang.

Sementara itu, peneliti lintas negara pun telah menyimpulkan pemberian plasma konvalesen sebagai terapi sia-sia alias sudah terbukti tidak efektif untuk sebagian besar pasien Covid-19 yang sakit kritis. Hasil studi yang dipublikasikan dalam jurnal JAMA ini adalah yang temuan terbaru dari uji coba REMAP-CAP.

Perkembangan penelitian plasma konvalesen - (Republika)

Kesimpulan itu ditarik dari uji coba terhadap ribuan pasien di ratusan rumah sakit di seluruh dunia. Peneliti REMAP-CAP mencoba mencari tahu perawatan Covid-19 mana yang paling berhasil untuk pasien.

Menurut peneliti, ada alasan yang masuk akal secara biologis untuk beralih ke plasma konvalesen di awal pandemi Covid-19. Terlebih, ketika ratusan ribu orang sakit, sementara perawatannya belum ditemukan.

"Sayangnya, plasma konvalesen juga diberikan di luar uji klinis atau dalam uji coba yang tidak berfokus pada pasien yang sakit kritis, sehingga memperlambat kemampuan kami untuk melihat apakah itu benar-benar bekerja," kata kata rekan penulis studi Bryan McVerry, seorang profesor di University of Pittsburgh (UPMC) di Amerika Serikat, dilansir Indian Express, Rabu (6/10).

Dengan hasil terbaru ini, para peneliti merekomendasikan agar penggunaan plasma konvalesen harus dihentikan untuk merawat pasien Covid-19 bergejala parah. Saat itu, mereka menyarankan agar fokusnya harus beralih ke perawatan yang diketahui manjur serta mengembangkan dan menguji Covid-19 dengan lebih baik.

Dalam uji coba plasma konvalesen, REMAP-CAP melibatkan 2.011 orang dewasa yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 gejala parah. Mereka diacak untuk menerima dua unit plasma konvalesen atau tanpa plasma.

Para peneliti tidak dapat menentukan mengapa plasma konvalesen tidak meningkatkan hasil positif pada sebagian besar pasien yang sakit kritis. Mereka berspekulasi bahwa itu bisa menjadi kombinasi dari terlalu sedikit antibodi berkualitas tinggi dalam plasma dan pasien tersebut kondisinya terlampau berat dengan respons imun inflamasi yang tidak terkendali sehingga antibodi yang diberikan tak sanggup untuk membalikkan keadaan.

Menurut peneliti, ada kemungkinan bahwa plasma konvalesen membantu orang dalam tahap awal penyakit. Meskipun demikian, pemberiannya kemungkinan tidak efisien untuk digunakan mengingat cara pemberiannya yang lebih rumit dan mahal ketimbang antibodi monoklonal yang tersedia sebagai pengobatan yang sangat efektif untuk Covid-19 awal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler