Di Tengah Lonjakan Covid-19, Prancis Batalkan Pemesanan Obat Covid Merck

Prancis membatalkan pesanan obat Covid-19 dari Merck karena uji coba mengecewakan

EPA
Prancis membatalkan pesanan obat Covid-19 dari Merck karena uji coba mengecewakan. Ilustrasi.
Rep: Dwina Agustin/Antara Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis telah membatalkan pesanan obat antivirus Covid-19 Merck & Co. Menteri Kesehatan Prancis Olivier Veran mengatakan pembatalan ini menyusul data uji coba yang mengecewakan dan sebaliknya berharap untuk menerima obat dari Pfizer sebelum akhir Januari, Rabu (22/12).

"Studi terbaru tidak bagus," kata Olivier Veran kepada BFM TV.

Prancis telah memesan lebih awal untuk 50 ribu dosis obat molnupiravir yang dikembangkan oleh Merck dan Ridgeback Biotherapeutics. Veran menyatakan, pembatalan tidak akan dikenakan biaya.

Paxlovid dari Pfizer telah menunjukkan hampir 90 persen kemanjuran dalam mencegah rawat inap Covid-19 dan kematian pada pasien berisiko tinggi. Prancis memutuskan telah membeli obat itu sebagai gantinya tanpa mengatakan berapa banyak dosis yang telah diamankan. "Prancis mengantre untuk mendapatkannya sebelum akhir Januari," lanjut Veran.

Prancis adalah negara pertama yang secara terbuka mengatakan telah membatalkan pesanan untuk Merck setelah perusahaan merilis data pada akhir November. Data ini menunjukkan bahwa obatnya sangat kurang efektif daripada yang diperkirakan sebelumnya, mengurangi rawat inap, dan kematian dalam uji klinis individu berisiko tinggi dengan sekitar 30 persen.

Baca Juga


Pemerintah Prancis pada Rabu (22/12) melaporkan 84.272 kasus baru Covid-19 dalam sehari, jumlah tertinggi sejak April. Angka itu mendekati 84.999 kasus yang tercatat selama puncak gelombang pada musim semi di Prancis.

Perkembangan drastis virus corona menjadi kekhawatiran utama bagi pemerintah yang menganggap situasi kesehatan dalam status kritis. Jumlah itu sepertinya terus bertambah dalam beberapa hari ke depan. Otoritas kesehatan memperkirakan lebih dari 100 ribu kasus per hari akibat varian Omicron.

Saat konferensi pers mingguan juru bicara pemerintah Gabriel Attal menyebutkan laju epidemi berpotensi meningkat akibat imbas Omicron yang bakal menjadi dominan selama Natal sampai Tahun Baru. Akan tetapi pemerintah Presiden Macron ragu-ragu untuk mengumumkan pembatasan tambahan yang dapat menghambat bisnis komersial sekaligus mengganggu perayaan Natal bagi keluarga.

Juru bicara Merck menuturkan pembelian yang direncanakan Prancis tidak terjadi setelah otoritas kesehatan negara itu menolak untuk mengesahkan pil Covid-19 dari Merck awal bulan ini. Perusahaan mengatakan terus bekerja dengan Asosiasi Obat-obatan Eropa (EMA) dalam tinjauan peraturan obat. Merck memiliki kesepakatan untuk memasok atau menjual pil ke lebih dari 30 negara dan telah mengirimkan produk ke 12 negara.

Sedangkan kantor komisioner khusus untuk keadaan darurat Covid Italia mengatakan pada 18 November bahwa telah menerima mandat dari Kementerian Kesehatan untuk membeli 50 ribu paket pil Merck dan 50 ribu pil Pfizer lainnya. "Kontrak belum diselesaikan, tetapi sedang dalam proses," kata juru bicara komisaris pada Selasa (21/12).

Kepala regulator obat Italia Aifa, Nicola Magrini, mengatakan kepada komite Senat pada 9 Desember bahwa dua perawatan untuk Covid-19 itu bisa tersedia di Italia mulai akhir Januari. Namun, terlepas dari ketersediaan obat, akan ada penilaian penggunaannya. "Harus dan akan ada evaluasi, terlepas dari penilaian badan pengawas," kata penasihat utama Menteri Kesehatan Italia Roberto Speranza, Walter Ricciardi.

Menteri Kesehatan Jerman Karl Lauterbach menyebut negara itu telah membeli pengobatan antivirus Merck, Rabu. "Ini adalah perintah yang mengikat," katanya.

Karl menyatakan Berlin juga sedang dalam pembicaraan dengan Pfizer tentang pembelian obat antivirusnya. EMA diharapkan untuk memutuskan apakah akan menyetujui pil Merck dan Pfizer di tahun baru.

Sementara vaksin adalah senjata utama melawan Covid-19 bagi pemerintah, ada harapan pil eksperimental Merck dan Pfizer dapat menjadi pengubah. Obat tersebut diharapkan mengurangi kemungkinan kematian atau rawat inap bagi kelompok paling berisiko terkena penyakit parah.

sumber : Reuters/Anadolu Agency
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler