Transmisi Lokal Jadi Bukti Nyata Omicron Sudah Ada di Tengah Masyarakat
Transmisi lokal Omicron diduga terjadi karena lemahnya 3T dan karantina.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dian Fath Risalah, Haura Hafizhah
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengemukakan temuan kasus transmisi lokal Omicron pertama pada pelaku perjalanan Medan-Jakarta menjadi peringatan tersendiri ke masyarakat. Saat ini risiko penularan Omicron sudah ada di tengah masyarakat.
"Perlu menjadi perhatian kita, bahwa sudah teridentifikasi kasus transmisi lokal Omicron. Artinya kembali kami Ingatkan risiko penularan itu sudah ada di dalam masyarakat," kata Siti Nadia Tarmizi saat menyampaikan Keterangan Pers "Kenali Omicron dan Cara Mencegahnya" yang diikuti dari YouTube FMB9 di Jakarta, Rabu (29/12) sore.
Nadia mengatakan saat ini terdapat penambahan kasus konfirmasi Omicron sebanyak 21 kasus yang merupakan pelaku perjalanan luar negeri. Terdiri atas WNI sebanyak 16 orang dan WNA lima orang. Total kasus Omicron per Rabu (29/12) sebanyak 68 orang.
Asal dari para pelaku perjalanan luar negeri tersebut sebagian besar dari pekerja migran Indonesia asal Arab Saudi dan Turki. Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Ditjen P2P Kemenkes itu terdapat sembilan kasus yang bergejala ringan dan 12 lainnya tidak memiliki gejala.
Saat ini kasus Omicron yang konfirmasi positif sebanyak lima orang dirawat di Rumah Sakit Sulianti Saroso dan 16 orang lainnya berada di RSDC Wisma Atlet. "Kembali kami mengingatkan untuk para warga negara Indonesia untuk menunda perjalanan keluar negeri karena risiko penularan yang besar," katanya.
Kalaupun sedang berada di luar negeri, kata Nadia, tetap jalankan protokol kesehatan yang berlaku di negara tersebut ataupun dalam proses perjalanan pulang ke Indonesia. Dari total 68 pasien Omicron, kata Nadia, seluruhnya telah menerima dosis lengkap vaksinasi Covid-19. "Kasus yang ditemukan ini adalah merupakan kasus asimtomatis (tanpa gejala) dan dengan gejala ringan," katanya.
Hasil pelacakan kasus yang dilakukan Kemenkes melaporkan, pasien telah melakukan perjalanan luar negeri dengan didominasi negara asal Turki, Arab Saudi, London dan Amerika Serikat. "Kami mengimbau tentunya dengan melihat pola seperti itu untuk warga negara Indonesia menunda perjalanan ke negara-negara yang kemudian kita identifikasi merupakan kasus yang cukup banyak tertular kasus konfirmasi Omicron," katanya.
Terkait kasus transmisi lokal Omicron, pasien yang berusia 37 tahun itu sempat tinggal di apartemen Green Bay Condo, Pluit Penjaringan, Jakarta Utara. Nadia mengatakan, mulanya dia sempat menolak dievakuasi ke RSPI Sulianti Saroso.
Namun, setelah diberi penjelasan dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, pasien akhirnya mau dibawa ke RSPI. " Dinkes DKI berhasil menjelaskan dan memberikan pemahaman kepada yang bersangkutan bahwa penting sekali untuk kita melindungi seluruh masyarakat kita sehingga kerjasama dari yang bersangkutan menjadi penting dalam kita bisa mengatasi masalah (varian Omicron) ini," teramg Nadia.
Pria asal Medan itu akhirnya setuju untuk dibawa ke RSPI Sulianto Saroso. Meskipun saat advokasi atau penjemputan petugas Puskesmas dibantu petugas gabungan dari Polres Metro Jakarta Utara dan Koramil 0502 JU.
Ia mengungkapkan alasan mengapa pasien pertama Omicron transmisi lokal ini harus dibawa ke RSPI Sulianti Saroso meskipun tak bergejala. "Tentunya mengapa kita melakukan perawatan di RSPI Sulianti karena ini merupakan kasus pertama transmisi lokal. Jadi kita ingin memastikan, meminimalisir kemungkinan penularan yang mungkin terjadi," terang Nadia.
Fasilitas di RSPI Sulianti Saroso juga jauh lebih baik untuk menjalani isolasi dibanding Wisma Atlet. Selain itu, tentunya juga agar dapat mempelajari pola-pola klinis dari Omicron yang tertular dengan transmisi lokal ini.
"Pada prinsipnuya, pengendalian infeksi di RS itu akan lebih baik dan akan lebih ketat pengawasannya. Oleh karena itu, kita membawa yang bersangkutan ini ke RS Sulianti. Tidak melakukan isolasi atau karantina di Wisma Atlet," terang Nadia.
Pria tersebut tidak memiliki riwayat perjalanan luar negeri dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan tidak berkontak dengan pelaku perjalanan luar negeri.
Pakar Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menanggapi terkait adanya satu kasus varian Omicron transmisi lokal di DKI Jakarta. Menurutnya, hal ini terjadi karena tracing, tracking dan treatment (3T) tidak kuat serta pengawasan karantina yang kurang.
"Semua ini perkara waktu ya, ketika itu terjadi sebenarnya itu fenomena puncak gunung es. Whole Genome Sequencing (WGS) perlu ditingkatkan, karena kalau tidak kasus Omicron akan semakin banyak," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (29/12).
Kemudian, ia menjelaskan saat ini pemeriksaan menggunakan metode Whole Genome Sequencing (WGS) untuk mendeteksi varian Omicron di Indonesia sangat kurang. Terutama terhadap warga negara yang melakukan perjalanan luar negeri.
"Sarannya tetap sama 3T, 5M, vaksinasi dan penguatan perbatasan negara dan antar wilayah dengan payung PPKM. Namun, kualitas dan kuantitasnya harus ditingkatkan," kata dia.
Ia mencontohkan seperti tes PCR harus dilakukan sebelum kedatangan ke Indonesia sebaiknya 1x24 jam sebelum keberangkatan. Total tiga tes PCR saat isolasi karantina terpusat di pintu masuk. Di luar tes PCR saat kedatangan.
Selain itu, masker harus berkualitas tinggi N95 atau KN95 terutama untuk pelayan publik dan pelaku perjalanan dan orang berisiko. Lalu, pemantauan aktivitas selama 14 hari pasca karantina selesai pun perlu dilakukan oleh pemerintah.
"Pengabaian dalam pengendalian Delta dan Omicron berpotensi melahirkan varian rekombinan. Maka, pemerintah harus agresif dalam menghadapi varian-varian baru Covid-19," kata dia.