Ancaman Omicron di Libur Tahun Baru untuk Lansia dan Difabel
Lansia dan disabilitas adalah dua kelompok yang paling rentan terserang Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: dr. Corona Rintawan, Wakil Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) & Emergency Operations Specialist Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP)
Hingga pertengahan Desember 2021, lebih dari 100 juta rakyat Indonesia telah menerima vaksin Covid-19 dosis ke-2. Namun hingga kini, baru 7 juta lansia yang telah mendapatkan vaksin dosis ke-2. Padahal, data Satgas Covid-19 menunjukkan angka kematian terbesar akibat Covid-19 ada di kelompok lansia, yaitu sebesar 46,8 persen. Sementara kelompok disabilitas, hingga saat ini belum ada data resmi, berapa yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19.
Di tengah keriuhan liburan akhir tahun ini, saya ingin mengajak kita semua untuk berefleksi. Ketika kita melakukan perjalanan untuk berlibur dan bertemu sanak saudara, kita juga akan bertemu banyak orang. Di antara mereka, mungkin ada yang termasuk kelompok rentan yang belum dapat mengakses vaksin, sehingga kita mungkin membawa risiko bagi mereka.
Hal ini menjadi semakin penting di tengah risiko masuknya varian Omicron dari virus Covid-19 ke Indonesia. WHO dalam lembar teknisnya menyatakan penyebaran varian Omicron ini jauh lebih cepat daripada varian lain (termasuk varian Delta). Hal ini tentu akan membawa risiko lebih besar bagi kelompok rentan, terutama lansia dan kelompok disabilitas yang belum mendapatkan vaksin.
“tidak ada orang yang aman sampai semua orang aman”.
Banyak dari penyandang disabilitas mengalami kekerasan dan pengabaian. Sebelum pandemi, fasilitas pendidikan dan kesehatan pun sudah sulit diakses oleh kelompok disabilitas, dan pandemi Covid-19 menjadikan mereka makin rentan berkali lipat.
Salah satu tantangan adalah sulitnya mengakses informasi yang mereka butuhkan. Informasi yang dapat dikonsumsi oleh mereka dengan disabilitas sensori, bahkan lebih sulit ditemukan.
Selain itu, dukungan fasilitas bagi mereka untuk menjalani protokol kesehatan masih kurang memadai, misalnya; tingginya tempat pengukuran suhu untuk orang dengan disabilitas fisik, tempat cuci tangan yang tidak bisa diakses orang dengan kursi roda, hingga sulitnya mengakses berbagai layanan. Orang dengan disabilitas kerap memerlukan layanan regular, yang karena pandemi, tidak bisa mereka lakukan akibat risiko kunjungan ke rumah sakit tinggi.
Kelompok rentan lainnya adalah lansia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 , penduduk usia lanjut atau di atas 60 tahun di Indonesia sebanyak 26 juta jiwa, dengan hampir separuh dari mereka mengalami keluhan kesehatan. Lansia sangat membutuhkan akses layanan kesehatan untuk pengobatan jangka panjang seperti dalam kasus hipertensi, diabetes, penyakit jantung dan ginjal.
Tanpa kondisi Covid-19, kemungkinan komplikasi dari penyakit-penyakit tersebut sudah tinggi, dan keterbatasan akses layanan kesehatan serta infeksi Covid-19 menyudutkan mereka pada risiko yang lebih tinggi. Vaksinasi perlu dipercepat agar warga senior kita terhindar dari infeksi berat dan kematian karena Covid-19.
Perjuangan Mendasar
Sementara kita sudah akan disibukkan dengan pilihan booster atau vaksin ke-3 dan vaksin untuk anak-anak usia 6 hingga 11 tahun, teman-teman kita di kelompok rentan masih terus berjuang mendapatkan akses agar bisa beradaptasi dan mengatasi segala hambatan dalam pandemi ini. Kelompok disabilitas masih berjuang mencari materi informasi mengenai vaksin yang bisa didengar disabilitas netra. Lansia dan orang dengan disabilitas fisik di desa-desa yang jauh, masih bingung memikirkan bagaimana caranya bepergian berkilo-kilo meter ke sentra vaksin atau bertanya-tanya apakah semua merek vaksin aman untuk komorbiditas mereka.
PBB dalam risalah kebijakannya mengenai pandemi Covid-19 dan orang dengan disabilitas menyarankan agar orang dengan disabilitas dilibatkan dalam pengambilan kebijakan baru. Selain itu perlu dirumuskannya kebijakan khusus bagi mereka karena kerap kali peraturan umum tidak relevan bagi penyandang disabilitas. Misalnya, untuk memastikan bagaimana mereka dapat mengakses informasi, mengakses vaksin, pengaturan durasi antar dosis dan sebagainya.
Setelah hampir dua tahun berada di tengah pandemi Covid-19, kita sama-sama mengharapkan kebijakan pemerintah yang lebih inklusif. Sejak berakhirnya tahun 2020 lalu, kita telah belajar bahwa meski kita mengarungi badai yang sama, namun kita berada di kapal yang berbeda. Dan kapal yang ditumpangi kelompok rentan adalah kapal yang paling berisiko. Menjelang tutup tahun 2021, sudah saatnya kita menyediakan kapal yang lebih baik bagi mereka.
Sebagai masyarakat umum, apa yang dapat kita lakukan? Empati dapat menjadi landasan kita dalam berperilaku, bahwa protokol kesehatan yang kita lakukan dalam keseharian, termasuk ketika kita sedang menikmati liburan akhir tahun, bukan semata untuk melindungi kita saja, melainkan juga melindungi kelompok rentan yang saat ini masih terus berjuang dalam sepi. Sekali lagi perlu diingat “tidak ada orang yang aman sampai semua orang aman”.