Panglima TNI Kebut Pemberkasan Kasus Tiga Anggota TNI dalam Tabrakan Nagreg
Panglima TNI menargetkan, pemberkasan dari penyidik sudah selesai pada Kamis (6/1).
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa memerintahkan untuk mempercepat proses pemberkasan tiga anggota TNI yang terlibat tabrakan di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Andika menargetkan, pemberkasan dari penyidik sudah selesai pada Kamis (6/1) pekan depan.
Andika mengatakan, penyidik pada Polisi Militer berencana melakukan rekonstruksi di tempat kejadian perkara (TKP) Nagreg pada Senin (3/1). Jika memungkinkan, Polisi Militer akan melakukan rekonstruksi di TKP kedua, yaitu di Jembatan Sungai Serayu, Jawa Tengah.
"Kalau ternyata rekonstruksi di Nagreg agak lama, maka untuk rekonstruksi di Jembatan Sungai Serayu akan dilakukan hari Selasa (4/1), tapi kita semua sudah merencanakan pemberkasan dari penyidik sudah selesai hari Kamis (6/1)," katanya menanggapi perkembangan kasus Nagreg usai meninjau vaksinasi Covid-19 untuk anak di SD Plebengan, Desa Sidomulyo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (31/12).
Pekan depan, katanya, berkas akan dilimpahkan kepada Oditur Jenderal TNI yang sudah diinstruksikan untuk mempercepat proses pemberkasan agar dapat dilimpahkan ke Pengadilan Militer. Ia menambahkan, tiga anggota TNI yang terlibat tabrakan di kawasan Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang menewaskan dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
"Jadi tiga orang (oknum TNI) sudah ditetapkan sebagai tersangka terhitung sejak Rabu (29/12) kemarin," kata dia.
Panglima TNI mengatakan, ketiga tersangka tersebut saat ini telah dipindahkan ke ruangan tahanan militer tercanggih atau Smart Instalasi Tahanan Militer yang terdapat di Markas Polisi Militer Kodam Jayakarta (Pomdam Jaya). "Mereka ditahan di ruangan berbeda," katanya.
Panglima menjelaskan dari perkembangan pemeriksaan, Pomdam Jaya akhirnya bisa mengkonfrontir ketiganya, bahkan dalam satu pemeriksaan. "Yang menjadi inisiator dan sekaligus pemberi perintah atas tindakan itu terkena beberapa pasal, termasuk pasal pembunuhan berencana, yakni Kolonel P. Jadi sudah terbukti dari konfrontasi ini," katanya.
Terkait motif para pelaku, Andika mengatakan, Polisi Militer masih melakukan pendalaman. Melihat dari tindakan yang telah dilakukan, ia mengatakan, ketiganya dapat dikenakan berbagai pasal dengan ancaman hukuman seumur hidup.
"Apa pun motifnya kita masih dalami terus, tetapi dari tindakan tadi sudah begitu banyak pasal, khususnya Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, belum lagi pasal-pasal lain, belum lagi UU, begitu banyak. Intinya kami akan maksimalkan tuntutan hukuman seumur hidup," kata Panglima TNI.
Baca juga:
- In Picture: Stasiun Kereta Api Tertinggi di Indonesia
- Soal Kasus Sejoli Nagreg, Pengamat: Mental Pengecut tak Boleh Ada di TNI
- Kasi Intel Korem NWB, Penabrak dan Pembuang Jenazah Sejoli di Nagreg
Selain belum masih mendalami motif, Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Danpuspom AD) Letjen TNI Chandra W Sukotjo mengatakan, ia sejauh ini belum bisa menjelaskan peran tiga oknum TNI setelah tabrakan itu. Sebab, menurutnya hal tersebut masih dalam proses penyidikan.
Ia menjelaskan, kronologi kejadian tabrakan Handi (16) dan Salsabila (14), yakni Kolonel P, Koptu DA, dan Kopda A, diduga menggunakan mobil berpelat nomor B-300-Q. "Di TKP, (mobil) itu dikemudikan oleh Koptu DA. Kolonel P dan Kopda A itu menumpang pada kendaraan tersebut," kata Chandra di Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (27/12).
Mobil yang ditumpangi oleh para tersangka tersebut menurut Chandra merupakan mobil pribadi milik Kolonel P. Mobil tersebut berjenis Isuzu Panther berwarna hitam. Sedangkan tabrakan itu terjadi di Jalan Raya Nagreg di area sekitar SPBU Ciaro, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (8/12).
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman mengunjungi keluarga salah satu korban tabrak lari yang dilakukan oleh anggotanya, Senin (27/12). Dalam kunjungan itu, ia menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya korban.
"Saya sudah sampaikan kepada keluarga korban, permohonan maaf atas nama institusi Angkatan Darat, atas perbuatan oknum yang tidak bertanggung jawab," kata dia, usai mengunjungi keluarga Handi Saputra (18), salah satu korban tabrak lari, di Kampung Cijolang, Desa Cijolang, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Senin.
Etes Hidayatullah (54 tahun), ayah dari Handi Saputra (18), korban tabrakan yang dibuang ke sungai, mengatakan, keluarga tak berharap banyak atas kejadian itu. Ia hanya ingin, pelaku dihukum seadil-adilnya.
"Anak saya sudah tidak ada. Di sini kan negara hukum, saya minta pelaku dihukum seadil-adilnya," kata dia, di kediamannya Kampung Cijolang, Desa Cijolang, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut.
Baca juga: Jurusan Sains Data Jadi Primadona pada 2022
Sementara, Jajang (45 tahun) dan Suryati (41 tahun) masih belum menyangka bahwa anak bungsunya Salsabila (14 tahun) sudah tiada akibat kecelakaan yang merenggut nyawanya awal Desember lalu. Namun, ia mengaku ikhlas dengan kepergian anaknya dan menganggap peristiwa tersebut sebagai takdir yang harus dijalani.
"Abi nu atos mah atos weh da tos kumaha tos takdir (saya yang sudah mah sudah, harus gimana sudah takdir). Kahoyong mah nu aya kahoyong disalametkeun sadayana da itu geu sanes hoyong cilaka mah (Keinginan mah yang ada diselamatkan semuanya, mereka juga tidak ingin kecelakaan)," ujar Jajang ditemui di rumahnya, Kampung Tegal Lame, Nagreg, Senin.
Ia pun menyerahkan urusan hukum terkait kecelakaan tersebut sepenuhnya kepada aparat. Terlebih, Jajang mengaku tidak memahami betul terkait proses hukum dan lainnya.
"Abi kahoyong tergantung hukum da abdi teteurang masalah hukum, ada hukum pada teurang (Saya ingin menyerahkan sepenuhnya ke hukum karena saya gak tahu hukum. Banyak yang sudah tahu). Seadil-adilnya," katanya.
Sebelumnya, peristiwa tabrakan yang melibatkan Handi, Salsabila, dan tiga oknum TNI AD terjadi pada 8 Desember 2021. Setelah peristiwa tersebut, para korban diduga dibawa oleh tiga oknum TNI tersebut lalu hilang secara misterius.
Pada 11 Desember, dua jenazah korban itu ditemukan di aliran Sungai Serayu yang ada di Jawa Tengah. Setelah ditemukan, jenazah para korban dikembalikan ke keluarga dan dimakamkan.