Media Independen Hong Kong Berguguran Akibat Tekanan China

Hong Kong pernah dikenal jadi surganya kebebasan pers yang tak bisa ditemui di China

EPA/Jerome Favre
Penduduk Hong Kong antre pada Kamis (24/6) mengambil salinan edisi terakhir surat kabar pro-demokrasi Apple Daily. Hong Kong pernah dikenal jadi surganya kebebasan pers yang tak bisa ditemui di China.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Sejumlah outlet berita pro-demokrasi Hong Kong diminta untuk tutup. Mereka tidak dapat lagi beroperasi di tengah tindakan keras yang meningkat terhadap kebebasan berpendapat di Hong Kong.

Hong Kong pernah dikenal sebagai surganya perbedaan pendapat, termasuk kebebasan pers dan berekspresi yang tidak terlihat di China daratan. Namun tahun lalu, pemerintah pusat di Beijing telah melakukan tindakan keras yang menyebabkan penutupan outlet berita independen, penghapusan monumen untuk perbedaan pendapat, dan pemilihan umum yang dihadiri oleh politisi pro-Beijing.

Pendiri Citizen News mengatakan mereka akan berhenti terbit pada Selasa (4/1). Citizen News meyebut memburuknya kebebasan media di Hong Kong menempatkan mereka pada posisi yang mustahil.

“Kami semua sangat menyukai tempat ini. Sayangnya, apa yang ada di depan kita bukan hanya hujan lebat atau angin kencang, tetapi angin topan dan tsunami," kata Citizen News dalam sebuah pernyataan pada Ahad (2/1) ketika mengumumkan penutupan.

Citizen News didirikan pada 2017 oleh sekelompok jurnalis veteran.  Situs kecil ini berfokus pada berita politik dan analisis serta investigasi. Dalam beberapa bulan terakhir, Citizen News menjadi tempat perlindungan bagi banyak jurnalis yang kehilangan pekerjaan ketika media lain tutup atau menghadapi tekanan lain.

Citizen News adalah media independen ketiga yang ditutup dalam beberapa bulan terakhir. Sebelumnya, surat kabar cetak pro-demokrasi Hong Kong Apple Daily dan situs media online Stand News telah ditutup. Selain itu, Citizen News juga menerima magang para mahasiswa jurusan jurnalistik. Biasanya mahasiswa jurusan jurnalistik melakukan magang di kantor Apple Daily.

“Citizen News membuat pengaturan untuk menerima mereka sehingga mahasiswa tidak akan kehilangan kesempatan magang ini,” ujar seorang dosen senior di sekolah jurnalisme Chinese University of Hong Kong, Vivian W.W. Tam.

Undang-undang Keamanan Nasional baru yang diberlakukan oleh Badan Legislatif pusat China di Hong Kong, telah membuat pelaporan berita independen semakin berbahaya. Wartawan dan aktivis politik telah ditangkap di bawah undang-undang tersebut. Termasuk memaksa kelompok hak-hak sipil dan serikat pekerja membubarkan diri serta  banyak aktivis yang melarikan diri.

Sementara itu, undang-undang baru telah mengubah cara warga Hong Kong memilih perwakilan mereka. Termasuk persyaratan siapa pun yang akan menjabat harus menjadi "patriot". Dengan demikian, secara efektif membuat Hong Kong berada di bawah kendali Beijing.

“Apa yang kami pahami tentang kebebasan pers telah banyak berubah,” kata Pendiri dan kepala penulis di Citizen News, Chris Yeung.

Baca Juga


Yeung mengatakan pemicu keputusan mereka untuk menutup Citizen News terkait dengan penutupan Stand News.  Pekan lalu, pihak berwenang menggerebek kantor Stand News dan menangkap tujuh orang, termasuk editor dan mantan anggota dewan. Mereka diduga bersekongkol untuk menerbitkan materi berita yang berisi hasutan. Stand News kemudian mengumumkan bahwa, mereka akan berhenti beroperasi.

Dua mantan editor Stand News yang ditangkap kemudian secara resmi didakwa dengan hasutan. Pada musim panas, pihak berwenang memaksa penutupan Apple Daily yaitu surat kabar milik taipan media dan aktivis demokrasi Jimmy Lai. Lai saat ini berada di penjara dan didakwa dengan penghasutan.

“Saya khawatir ini akan mengubah Hong Kong menjadi kotak hitam, tidak ada yang akan diberi tahu,” ujar Manajer Proyek di Komite untuk Kebebasan di Hong Kong, Chung Ching Kwong.

Chung mengatakan Citizen News belum dihubungi oleh pihak berwenang yang meminta mereka untuk berhenti beroperasi. Dia menilai penutupan itu sebagai paksaan.

“Saya pikir secara umum penutupan pada dasarnya tidak disengaja karena ada ketakutan bahwa mereka tidak dapat melakukan jurnalisme yang nyata dan asli dalam lingkungan politik saat ini di Hong Kong,” kata seorang aktivis dari Hong Kong yang sekarang tinggal di Jerman, Kwong.

Masyarakat Penerbit di Asia, sebuah kelompok yang berbasis di Hong Kong dan menjadi tuan rumah penghargaan jurnalisme tahunan, mengatakan mereka prihatin dengan tekanan terhadap media independen di Hong Kong. Sementara Amerika Serikat (AS) dan pemerintah Barat lainnya telah mengutuk pembatasan kebebasan media dan sipil yang dijanjikan Beijing untuk dijunjung selama 50 tahun setelah penyerahan Hong Kong dari Inggris pada 1997.

Pemimpin Hong Kong Carrie Lam pekan lalu membela serangan di Stand News. Dia menyebut tindakan menghasut orang lain dengan berkedok pelaporan berita tidak dapat dimaafkan.

Satu-satunya media berita independen yang tersisa adalah Hong Kong Free Press, sebuah outlet berita berbahasa Inggris. Media independen lainnya yaitu Initium, sebuah outlet berita berbahasa Mandarin yang memindahkan kantor pusatnya ke Singapura pada Agustus. Namun Intium masih memiliki staf di Hong Kong.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler