Pengertian, Jenis, dan Fungsi Bank Digital
Bank digital menjadi bank masa depan dengan mengedepankan pelayanan yang jauh lebih mudah.
Nama-nama bank ini tentu sudah familier di kalangan anak muda Indonesia. Ada Bank Jago (kode di Bursa Efek Indonesia, ARTO), Bank Aladin (BANK), Allo Bank (BBHI), Digibank, dan Bank Neo Commerce (BBYB).
Bank-bank ini mentasbihkan diri mereka sebagai bank digital. Bank-bank ini menyebut diri mereka sebagai bank masa depan (bank digital masa depan). Bank digital yang mengerti kebutuhan masyarakat informasi dan teknologi sekarang ini.
Ciri-ciri bank digital ini tidak memiliki kantor banyak, semua proses transaksi perbankan dilakukan secara online/digital, menggunakan aplikasi (apps), biaya murah, efisien, tidak menyusahkan nasabah untuk datang ke kantor, dan bisa transaksi di mana saja.
Tak heran jika jutaan orang Indonesia masuk menjadi nasabah bank digital ini, dari sekadar gaya hidup, ikut-ikutan, hingga memang karena dorongan kebutuhan. Dan tak heran pula jika saham emiten bank-bank digital ini diburu investor ritel.
Jadi, sebenarnya apa sih bank digital itu?
Ekonom CORE, Piter Abdullah, menyebut bank digital atau digital banking sebagai bank yang tidak sekadar berbentuk mobile banking.
Digital banking bisa didefinisikan sebagai seluruh online banking yang dilakukan menggunakan peranti digital. Bank Digital merupakan sebuah proses virtual yang mencakup seluruh layanan online banking dan layanan lainnya yang lebih dari sekedar online.
Menurut Pak Piter, sebagai sebuah end-to-end platform, bank digital mencakup front end yang dilihat oleh nasabah, back end yang dilihat oleh bankers melalui server dan panel control admin mereka, dan terakhir middleware yang menghubungkan front end dan back end.
Middleware adalah software yang menghubungkan operating systems atau databases dengan berbagai aplikasi yang digunakan nasabah.
Pak Piter mendefiniskan sebuah bank digital adalah bank yang memfasilitasi seluruh fungsi bank dalam layanan platform digital. Bank Digital memiliki seluruh fungsi dari head office, branch office, online service, bank cards, ATM dan point of sale machines.
Dari penjelasan Pak Piter Abdullah dapat kita gambarkan bank digital merupakan transaksi perbankan secara digital dengan memanfaatkan internet, smart phone, aplikasi, dan semua transaksinya dilakukan secara online.
Transaksi perbankan digital yang dilakukan secara online ini mencakup pembuatan rekening bank, menabung, mentransfer, meminjam uang, membeli produk investasi, hingga transaksi perbankan lainnya.
Nah, lalu apa bedanya dengan mobile banking? Mobile banking adalah layanan bank pada aplikasi yang terinstal di smartphone nasabah. Nasabah bisa mengelola akun banknya dan merencanakan keuangan seluruhnya dengan menggunakan smartphone.
Jika bank digital adalah sebuah lembaga bank, maka mobile banking merupakan produk dari layanan digital bank. Secara umum, mobile banking dimiliki bank-bank konvensional (bank umum dan bank syariah).
Definisi Bank Digital Versi OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga resmi yang mengatur dan mengawasi semua kegiatan perbankan di Indonesia, termasuk bank digital --baik yang umum maupun syariah.
Ketentuan mengenai bank digital ini diatur dalam Peraturan OJK (POJK) No 12 tahun 2021, Pasal 23 sampai dengan Pasal 31.
OJK mendefinisikan bank digital sebagai Bank Berbadan Hukum Indonesia (BHI) yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha yang utamanya melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik selain kantor pusat (KP), atau dapat menggunakan kantor fisik yang terbatas.
Dengan demikian, bank digital boleh memiliki kantor fisik satu saja. Ini berbeda dengan bank-bank konvensional yang kantor fisiknya ada ribuan di seluruh Indonesia bahkan sampai ke luar negeri.
Enam (6) Syarat Sebagai Bank Digital
Pak Piter Abdullah menyebut enam syarat agar sebuah bank bisa dijuluki sebagai bank digital.
Pertama, memiliki model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhan nasabah.
Kedua, memiliki kemampuan untuk mengelola model bisnis perbankan digital yang prudent dan berkesinambungan.
Ketiga, memiliki manajemen risiko secara memadai.
Keempat, memenuhi aspek tata kelola termasuk pemenuhan direksi yang mempunyai kompetensi di bidang teknologi informasi dan kompetensi lain sesuai dengan ketentuan OJK mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
Kelima, menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah.
Keenam, memberikan upaya yang kontributif terhadap pengembangan ekosistem keuangan digital dan/atau inklusi keuangan.
Bank Digital Menurut OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya merilis aturan baru mengenai bank digital yang telah lama dinanti. Aturan tersebut berada dalam POJK baru tentang Bank Umum, yaitu POJK Nomor 12/POJK.03/2021.
POJK Bank Umum terdiri dari 19 bab dan 160 pasal. Sementara, ketentuan mengenai bank digital diatur dalam Bab IV pada Pasal 23 sampai dengan Pasal 31. Ketentuan bank digital tidak banyak mengalami perubahan dari kisi-kisi yang disampaikan OJK pada awal tahun ini.
OJK mendefinisikan bank digital sebagai Bank Berbadan Hukum Indonesia (BHI) yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha yang utamanya melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik selain kantor pusat (KP), atau dapat menggunakan kantor fisik yang terbatas.
Bank digital dapat beroperasi melalui dua jenis model. Pertama, mendirikan bank baru sebagai bank digital. Kedua, tranformasi dari bank umum menjadi bank digital. Artinya, bank existing saat ini bisa dikonversi menjadi bank digital dengan memenuhi sejumlah syarat dan ketentuan.
Untuk pendirian bank baru, OJK mewajibkan investor pengendali menyediakan modal inti minimum senilai Rp10 triliun. Selain modal, ada beberapa syarat lain yang mesti dipenuhi.
Sementara itu, untuk bank umum yang ditransformasi menjadi bank digital, pemilik bank harus memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku.
Selain itu, bank yang ingin dikonversi menjadi bank digital harus memenuhi sejumlah syarat. Pertama, memiliki model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhan nasabah.
Kedua, memiliki kemampuan untuk mengelola model bisnis perbankan digital yang pruden dan berkesinambungan. Ketiga, memiliki manajemen risiko secara memadai. Keempat, memenuhi aspek tata kelola termasuk pemenuhan direksi yang mempunyai kompetensi di bidang teknologi informasi dan kompetensi lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan OJK mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan.
Kelima, menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah. Keenam, memberikan upaya yang kontributif terhadap perkembangan ekosistem keuangan digital dan/atau inklusi keuangan.
Enam persyaratan ini juga berlaku bagi bank digital baru, selain menyediakan modal inti senilai Rp10 triliun. Setelah memenuhi sejumlah persyaratan, bank yang menyandang status digital memperoleh sejumlah keistimewaan. Bank digital boleh beroperasi hanya dengan satu kantor pusat, atau menjalankan bisnis dengan kantor fisik dalam jumlah yang terbatas.
Regulasi ini memberi ruang bagi bank digital untuk mengurangi jaringan kantor atau layanan fisiknya. Hal itu termuat dalam Pasal 27 ayat 3. Fleksibilitas ini memungkinkan bank beroperasi secara lebih efisien dengan memaksimalkan aset digital.
Jadi, begitu kira-kira pengertian dan definisi bank digital.