Eks Dubes Italia Ungkap Kesalahan AS Bunuh Jenderal Soleimani
Pembunuhan Soleimani tak menghentikan kemampuan nuklir Iran.
REPUBLIKA.CO.ID, Mantan Duta Besar Italia untuk Somalia, Australia dan PBB Marco Carnelos menulis, jika tujuan Amerika Serikat (AS) membunuh Jenderal Iran Qassem Soleimani dua tahun lalu untuk mendorong Teheran mundur maka tujuan itu gagal total. Kemampuan Soleimani dalam menjaga stabilitas jauh lebih bermanfaat dibanding kematiannya.
Carnelos mengatakan Soleimani merupakan dalang di balik perang proksi Iran di Timur Tengah. Namun dalam prosesnya ia menjadi pahlawan bagi gerakan perlawanan terhadap Barat di kawasan. Terutama bagi populasi syiah yang tersebar di sekitar Iran, Irak, Suriah, Lebanon, Afghanistan, Yaman, dan Gaza. Ia juga dianggap menengahi perpecahan dengan mendapat dukungan dari Kurdi dan kelompok-kelompok Sunni.
Saat ia meninggal dunia jutaan orang turun ke jalan di Teheran dan kampung halamannya Kerman untuk melihat peti jenazahnya. Duka cita kolektif yang belum pernah terlihat di Iran sejak kematian Ayatollah Khomeini pada 1989.
Bagi Barat, Israel, mitra-mitra Arab mereka, oposisi Bashar al-Assad di Suriah dan oposisi Houthi di Yaman, Soleimani merupakan dalang dari aksi-aksi teror Iran. Tapi Carnelos tidak yakin kematiannya mengubah lanskap strategis di Timur Tengah.
Menurut mantan duta besar itu dalam artikelnya di Middle East Eye, Rabu (5/1) sesungguhnya Soleimani tidak menimbulkan ancaman nyata. Pada saat pembunuhannya, mantan Presiden AS Donald Trump mengklaim kematian Soleimani akan mencegah serangan yang ia rencanakan.
Kini klaim tersebut sudah terbantahkan, tidak ada ancaman dari Iran terhadap personil AS di kawasan yang dapat membenarkan pembunuhan Soleimani. Baru-baru ini Trump mengindikasikan adanya manipulasi Israel di balik keputusan menyingkirkan tokoh strategis Iran tersebut.
Namun ia menambahkan "Israel bersedia melawan Iran sampai pasukan Amerika terakhir". Pernyataan Trump ini, menurut Carnelos, ambigu. Tapi pernyataan kepala intelijen Israel Mayor Jenderal Tamir Hayman sudah mengkonfirmasi peran Tel Aviv dalam pembunuhan Soleimani.
Pernyataan Trump dan Hayman telah memupuskan harapan Israel terlindungi dari kemarahan Iran atas pembunuhan tersebut. Mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berhasil membujuk Trump untuk menarik AS dari kesepakatan nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Namun ternyata baik pembunuhan Soleimani maupun mundurnya AS dari JCPOA tidak memenuhi kepentingan AS dan Israel. Kini Teheran semakin dekat memiliki senjata nuklir.
Pertanggungjawaban AS
Iran tela meminta PBB untuk mengambil tindakan resmi terhadap Amerika Serikat (AS) atas pembunuhan komandan pasukan elite Garda Pengawal Revolusi Islam Iran (IRGC) Qassem Soleimani. Dalam sebuah surat kepada Majelis Umum PBB, departemen hukum kantor kepresidenan Iran menyerukan agar PBB mengeluarkan resolusi untuk mengutuk pemerintah AS dan mencegah langkah serupa di masa depan.
"Pemerintah AS selama bertahun-tahun, telah menunjukkan unilateralisme yang berlebihan dalam tindakan mereka, dan memberi mereka kekuatan untuk melanggar hukum dan perjanjian internasional," ujar isi surat tersebut, dilansir Aljazirah, Senin (3/1).
Sementara itu, China menilai AS telah melakukan kejahatan perang dalam kejadian tersebut.Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengungkapkan, pembunuhan Soleimani merupakan contoh bagaimana AS secara ceroboh merusak norma-norma yang mengatur hubungan internasional berdasarkan Piagam PBB.
“Ini juga salah satu kejahatan perang yang dilakukan AS dengan penyalahgunaan kekuatan,” ujarnya dalam konferensi pers pada Selasa (4/1), dikutip laman Fars News Agency.