Mutasi Belum Tentu Buat Corona Bertambah Ganas, Terlalu Dini Khawatirkan IHU

Dari sekian banyak mutasi, justru sekitar 45 persen menyebabkan virusnya mati.

AP/Julian Stratenschulte/DPA
Sosok karet berbentuk virus Covid-19 tergantung di pintu laboratorium PCR di Kantor Kesehatan Negara Bagian Lower Saxony (NLGA) di Hannover, Jerman, Rabu (5/1). Menyusul Omicron, saat ini ditemukan varian IHU hasil mutasi baru virus Corona. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Haura Hafizhah, Fergi Nadira, Rr Laeny Sulistyawati

Peneliti Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Amin Soebandrio mengatakan mutasi pada virus termasuk virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 belum tentu menyebabkan virus bertambah kuat atau menjadi ganas. Namun, sebaliknya bisa mengakibatkan virus menjadi lemah.

"Dari sekian banyak mutasi, itu justru sekitar 45 persen menyebabkan virusnya mati," kata Amin, Kamis (6/1).

Amin menuturkan, sekitar 30 persen dari mutasi menyebabkan virus bertambah lemah dan sekitar 20 persen tidak menyebabkan perubahan apapun pada virus. Sementara yang menyebabkan virus bertambah aktif atau 'kuat' cuma 4-5 persen dari mutasi.

Amin menuturkan tidak selalu hasil dari mutasi virus menyebabkan kemunculan varian yang lebih berbahaya. Meskipun peluang bertambah "kuat" suatu virus dari proses mutasi terbilang kecil, tetap harus diperhitungkan.

Menurut Amin, dari kemungkinan kecil itu, varian hasil mutasi yang berhasil lolos dari tekanan lingkungan seperti dari vaksinasi dan obat-obatan, akan menjadi varian yang lebih 'kuat'.

"Sebenarnya kemungkinannya kecil tapi yang berhasil lolos itu tambah jadi lebih 'kuat' dari tekanan lingkungan baik itu oleh vaksinasi oleh obat dan sebagainya," tutur Amin.

Belum lama varian baru Omicron mencuat, muncul lagi varian baru, yakni varian IHU. Sementara ini, belum ada informasi mengenai ada tidaknya kecenderungan varian IHU lolos dari perlindungan antibodi yang tercipta usai menjalani vaksinasi atau infeksi alamiah.

Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban mengatakan terlalu dini untuk mengkhawatirkan varian SARS-CoV-2 B.1640.2 atau IHU. Sebab, penemuan sementara varian IHU diduga lebih kebal terhadap vaksin Covid-19.

Baca Juga



"Varian IHU di Prancis mengandung 46 mutasi, diduga lebih kebal terhadap vaksin Covid-19," katanya dalam cuitan di akun Twitter miliknya, Kamis (6/1).

Kemudian, ia melanjutkan dugaan tersebut masih dalam proses penelitian dan analisis lantaran varian IHU baru diidentifikasi pada 29 Desember 2021 di Prancis.

"Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengategorikan varian IHU sebagai Variant Under Monitorig (VuM) yang artinya risiko penularan varian tersebut masih diteliti dan diawasi," kata dia.

Ia menambahkan varian IHU saat ini ditemukan hanya dengan 12 kasus di Kota Marseille, Prancis. Sehingga ia mengimbau agar masyarakat tidak terlalu khawatir.

"Ini masih diselidiki oleh WHO. Terlalu dini untuk mengkhwatirkan IHU," kata dia.


Seperti dilansir laman Deutsche Welle, Rabu (5/1), rumah sakit Institut Hospitalier Universitaire (IHU) Mediterranee di Marseille mengumumkan laporan varian baru tersebut terdeteksi pada awal Desember. Orang yang kembali dari Kamerun, Afrika Barat, dilaporkan menginfeksi 12 orang di Prancis tenggara.

Menurut studi, penelitian IHU mengungkap, dua mutasi protein lonjakan yang sudah diketahui, N501Y dan E484K juga ditemukan pada varian virus corona baru ini. Para ilmuwan mengeklaim orang yang diidentifikasi terinfeksi varian baru ini sudah divaksinasi dosis lengkap.

Kendati demikian, arti mutasi ini dan apakah varian virus baru B.1.640.2 sebenarnya lebih menular daripada virus SARS-CoV-2 asli belum dapat dikatakan dengan pasti. Sebab masih ada kurangnya data yang tersedia dan sedikitnya jumlah kasus.

"Kami juga belum tahu apa-apa tentang asal usul varian baru ini. Fakta bahwa B.1.640.2 sekarang telah terdeteksi untuk pertama kalinya pada orang yang kembali dari Kamerun tidak berarti bahwa varian tersebut juga muncul di negara Afrika Tengah," kata penelitian tersebut.

Selain IHU, varian Flurona dilaporkan sudah terdeteksi di Israel. Flurona merupakan istilah baru untuk infeksi ganda influenza dan Corona (Covid-19). Laporan pihak berwenang lokal di Israel mengatakan bahwa, pasien adalah seorang wanita hamil muda yang berada di rumah sakit tetapi memiliki gejala ringan.

Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) mengatakan, infeksi varian varu Covid-19 Omicron yang disebut lebih ringan masih diteliti. Namun, PAEI meminta masyarakat tidak meremehkan Covid-19, apa pun variannya karena masih bisa tertular.

"Soal ringan atau beratnya infeksi Omicron, masih dilakukan penelitian. Namun, jika (benar) infeksi Omicron ringan, bukan berarti tidak menular kan," ujar Ketua PAEI Hariadi Wibisono saat dihubungi Republika, Kamis (6/1).

Oleh karena itu, PAEI tak mau berkomentar banyak mengenai Omicron yang disebut tidak begitu membahayakan paru-paru. Yang pasti, ia menambahkan, jika benar memang infeksi Omicron ringan namun orang-orang yang tertular varian ini dalam jumlah banyak maka ini menjadi beban pemerintah juga.

"Apapun mutasi virusnya (jangan disepelekan)," katanya.

 

Beda gejala infeksi varian omicron dan delta. - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler