Pembahasan RUU TPKS akan Dikebut Seusai Pernyataan Jokowi di Youtube
Di DPR hanya Fraksi PKS yang menolak RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Nawir Arsyad Akbar
Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat akun kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jakarta, Selasa (4/1), mendorong agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dapat segera disahkan. Ia mengatakan, perlindungan terhadap korban kekerasan seksual perlu menjadi perhatian bersama, khususnya kekerasan seksual terhadap perempuan yang sangat mendesak untuk ditangani.
“Saya berharap RUU tindak pidana kekerasan seksual ini segera disahkan sehingga dapat memberikan perlindungan secara maksimal bagi korban kekerasan seksual di Tanah Air,” ujar Jokowi dalam keterangannya.
Jokowi mengaku terus mencermati RUU TPKS sejak dalam proses pembentukannya pada 2016 lalu hingga saat ini yang masih diproses di DPR. Karena itu, Presiden pun menginstruksikan Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak agar segera berkoordinasi dan melakukan konsultasi dengan DPR terkait RUU TPKS ini.
Jokowi mendorong agar segera ada percepatan pengesahan RUU TPKS yang sangat mendesak ini. Ia pun juga menginstruksikan gugus tugas pemerintah yang menangani RUU TPKS agar segera menyiapkan daftar inventarisasi masalah terhadap draf RUU yang sedang disiapkan DPR.
“Sehingga proses pembahasan bersama nanti lebih cepat, masuk ke pokok-pokok substansi untuk memberikan kepastian hukum serta menjamin perlindungan bagi korban kekerasan seksual,” ujar Jokowi.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan, segera menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi mengenai percepatan pengesahan RUU TPKS. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-langkah strategis untuk mendorong percepatannya.
"Dalam pernyataannya Bapak Presiden secara khusus memerintahkan Menteri Hukum dan HAM dan Menteri PPPA untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR. KemenPPPA siap melaksanakan tugas tersebut," kata Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam keterangan, Selasa (4/1).
Bintang menyampaikan, sejauh ini pemerintah telah berkomitmen untuk bersama-sama DPR membahas RUU TPKS. Tujuannya agar harapan masyarakat terhadap lahirnya regulasi yang secara khusus mengatur sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang komprehensif dan berperspektif korban dapat segera disahkan.
“Pemerintah mengharapkan proses penetapan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR dapat dilakukan pada masa persidangan awal tahun 2022,” ujar Bintang.
Kepala Bagian Humas Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Tubagus Erif Faturahman mengatakan, RUU TPKS masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2022. "DPR memasukkan RUU TPKS ke Prolegnas 2022 dan pembahasannya akan dilanjutkan di 2022," kata Tubagus di Jakarta, Kamis (6/1).
Ia mengatakan, dalam prosesnya RUU TPKS masih pembahasan di tingkat DPR. Karena belum selesai di 2021, RUU yang merupakan prakarsa wakil rakyat tersebut dimasukkan ke Prolegnas 2022.
"Pimpinan DPR sudah memberi perhatian dan mendorong agar RUU TPKS ini bisa segera diselesaikan dan disahkan," kata Tubagus.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, Badan Musyawarah (Bamus) DPR segera memutuskan siapa yang akan membahas RUU TPKS. Pembahasan apakah dilakukan oleh panitia khusus (Pansus) atau Badan Legislasi (Baleg).
"Apakah itu kemudian diselesaikan di pansus atau kemudian di Baleg, tapi pada prinsipnya kita ingin undang-undang itu juga cepat selesai," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/1).Ketua panitia kerja (Panja) RUU TPKS Willy Aditya menghargai sikap Presiden Jokowi yang mendorong dipercepatnya pengesahan RUU TPKS. Dengan adanya dukungan dari pemerintah itu, ia menargetkan regulasi tersebut selesai dalam satu masa sidang.
"Bisa selesai cepat dengan kondisi seperti ini dan koordinasi yang sudah dilakukan cukup panjang dengan tim gugus tugas, kita berharap satu kali masa sidang selesai," ujar Willy di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/1).
Pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang juga menjadi komitmen pimpinan DPR. Adapun target pertama adalah menetapkan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna pembukaan masa sidang.
"Sebenarnya kalau kita lihat komitmen DPR itu cepat, ini dibahas mulai dari Agustus, ini kan cuma beberapa masa sidang. Tinggal bagaimana sekarang saya sudah berkomunikasi dengan tim gugus tugas untuk kemudian supres dan DIM terbit langsung kita bahas," ujar Willy.
Ia berharap pernyataan Presiden Jokowi hari ini menjadi momentum bersejarah bagi upaya negara memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual ke level yang lebih konkret. Pembahasan RUU TPKS selanjutnya menjadi momentum bagi upaya memajukan peradaban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Statement Presiden Jokowi ini menunjukkan kepedulian negara terhadap kekerasan seksual itu sangat luar biasa. Bahkan kita lihat ada statement turunan dari aparat penegak hukum, polisi akan membentuk desk khusus kekerasan terhadap perempuan dan anak," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR.
In Picture: Aksi Dukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Prolegnas
Merujuk pada dinamika pembahasan RUU TPKS di DPR, sebanyak delapan fraksi yang ada di DPR sepakat agar RUU ini disahkan sebagai RUU usulan DPR. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPR menyatakan, Indonesia membutuhkan payung hukum untuk menghadirkan keadilan bagi korban kekerasan seksual.
"Semangat reformasi hukum melalui undang-undang ini telah dibawa oleh PDI Perjuangan yang terus mengawal proses pembentukan RUU tentang TPKS agar menjadi produk hukum yang berkeadilan sosial bagi para korban," ujar anggota Badan Legislasi (Baleg) Selly Andriany Gantina dalam rapat Panja RUU TPKS, Rabu (8/12).
Hal senada juga disampaikan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Nasdem, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sementara Fraksi Partai Golkar juga menyatakan setuju, tetapi diharapkan agar poin-poinnya disempurnakan agar tak menjadi polemik.
"Agar kesempurnaan dan ketika sudah diundangkan tidak ada lagi celah dari pihak lain untuk melakukan judicial review," ujar anggota Baleg Fraksi Partai Ferdiansyah.
Fraksi Partai Gerindra dan Partai Demokrat juga menyatakan setuju, sebab perlindungan terhadap korban kekerasan seksual membutuhkan peraturan perundang-undangan. Adapun Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyatakan setuju, tetapi dengan syarat agar pelanggaran seksual baik yang memiliki unsur kekerasan maupun tidak diatur di dalamnya.
"Menyetujui hasil Panja Baleg DPR RI terhadap penyusunan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan syarat seperti yang sudah disampaikan untuk diakomodir, untuk menjadi usul inisiatif DPR RI," ujar anggota Baleg Fraksi PPP Syamsurizal.
PKS menjadi satu-satunya fraksi di DPR yang tidak menyetujui RUU TPKS. Anggota Baleg Fraksi PKS, Al Muzammil Yusuf menyatakan, RUU tersebut disebut mengatur persetujuan seks atau sexual consent yang berpotensi menghadirkan seks bebas.
"Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan menolak hasil panja tersebut untuk dilanjutkan ke dalam tahap selanjutnya," ujar Al Muzammil.
PKS, kata Al Muzammil, tegas tak akan menyetujui RUU TPKS berdiri sebagai undang-undang. Selama di dalamnya belum mengatur larangan tentang perzinahan dan penyimpangan seksual, seperti lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
"Hal tersebut tidak sesuai dengan nilai Pancasila, budaya, dan norma agama yang dianut bangsa Indonesia. Maka Fraksi PKS menolak RUU TPKS sebelum didahului adanya pengesahan larangan perzinahan dan LGBT yang diatur dalam undang-undang yang berlaku," ujar Al Muzammil.