KPK Minta Kepala Daerah tak Salah Gunakan Wewenang
Konflik kepentingan menjadi faktor pendorong korupsi kepala daerah penyelenggara nega
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepala daerah untuk tidak menyalahgunakan kewenangan mereka. Lembaga antirasuah itu juga meminta para kepala daerah selalu menghindari potensi benturan kepentingan dalam proses pengadaan barang dan jasa maupun lelang jabatan.
"Keberhasilan setiap daerah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi sangat tergantung pada komitmen kepala daerah untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance serta menjauhi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Pencegahan, Ipi Maryati dalam keterangan, Senin (10/1).
Dia mengungkapkan, studi yang dilakukan KPK mendapati, konflik kepentingan menjadi faktor pendorong korupsi oleh penyelenggara negara. Dia melanjutkan, kekuasaan yang dimiliki kepala daerah berpotensi memiliki kepentingan pribadi atas penggunaan setiap wewenang yang dimilikinya.
"Sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya," kata Ipi lagi.
KPK meminta, agar pemerintah melakukan pengelolaan penanganan konflik kepentingan melalui perbaikan nilai, sistem, termasuk kepada pribadi dan pembangunan budaya instansi. Ipi mengatakan, dalam upaya perbaikan sistem, KPK juga mendorong penguatan tata kelola pemerintah daerah yang baik melalui Monitoring Center for Prevention (MCP).
Baca juga : Gejala Kolesterol Tinggi yang Bisa Dikenali Saat Bercermin
Dia melanjutkan, dua dari delapan fokus area penguatan tata kelola tersebut adalah manajemen aparatur sipil negara (ASN) dan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Langkah-langkah perbaikan sistem telah dijabarkan dalam indikator dan subindikator kedua fokus area tersebut.
"KPK meminta agar kepala daerah berkomitmen dan serius melakukan langkah-langkah perbaikan tata kelola pemerintahan sebagai upaya pencegahan korupsi," katanya.
Adapun, bentuk dan jenis konflik kepentingan yang sering terjadi di lingkungan eksekutif antara lain penerimaan gratifikasi atas suatu keputusan atau jabatan, proses pemberian izin yang mengandung unsur ketidakadilan atau melanggar hukum, proses pengangkatan/mutasi/rotasi pegawai, hingga pemilihan rekanan kerja/penyedia barang dan jasa pemerintah berdasarkan kedekatan/balas jasa/pengaruh dari penyelenggara negara.
"Situasi ini juga bisa terjadi dalam pelaksanaan tugas di lingkungan kekuasaan lainnya," kata Ipi lagi.
Imbauan ini disampaikan KPK sekaligus menyusul operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. Politisi Golkar itu diduga telah melakukan intervensi dalam proyek pengadaan lahan, pemotongan terkait pengisian jabatan dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi.