Arteria Dahlan Dituntut Meminta Maaf ke Masyarakat Sunda

Ridwan Kamil khawatir kalau permintaan maaf tidak dilakukan, pasti akan bereskalasi.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Pernyataan Arteria Dahlan terkait penggunaan Bahasa Sunda oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) dalam rapat kerja, menuai berbagai reaksi.
Rep: Arie Lukihardianti Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pernyataan Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan, terkait penggunaan Bahasa Sunda oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) dalam rapat kerja, menuai berbagai reaksi. Salah satu yang memberikan komentarnya adalah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Baca Juga


Ridwan Kamil mengimbau Arteria Dahlan untuk segera meminta maaf kepada masyarakat Sunda. "Jadi, saya mengimbau Pak Arteria Dahlan sebaiknya meminta maaf kepada masyarakat Sunda di Nusantara ini. Kalau tidak dilakukan, pasti akan bereskalasi. Sebenarnya orang Sunda itu pemaaf ya, jadi saya berharap itu dilakukan," ujar Ridwan Kamil, yang akrab disapa Emil, dalam siaran persnya, Selasa (18/1/2022).

Menurut Emil, ada dua jenis masyarakat dalam melihat perbedaan. Pertama, ada yang melihat perbedaan itu sebagai kekayaan, sebagai rahmat. Dia berharap mayoritas warga melihat perbedaan dengan cara ini. 

Kelompok kedua, kata Emil, ada yang melihat perbedaan sebagai sumber kebencian, dan itulah yang harus dilawan. "Jadi, saya menyesalkan statement dari Pak Arteria Dahlan terkait masalah bahasa ya, yang ada ratusan tahun atau ribuan tahun menjadi kekayaan Nusantara ini," katanya.

Emil mengatakan, jika Arteria tidak nyaman dengan penggunaan Bahasa Sunda, tinggal disampaikan secara sederhana. Namun, kalau bentuknya meminta untuk diberhentikan jabatan, menurutnya, terlalu berlebihan. 

"Tidak ada dasar hukum yang jelas, dan saya amati ini menyinggung banyak pihak warga Sunda di mana-mana. Saya sudah cek ke mana-mana. Saya kira tidak ada di rapat yang sifatnya formal dari A sampai Z-nya Bahasa Sunda," katanya.

Biasanya, kata dia, bahasa daerah diucapkan hanya pada momen tertentu, seperti ucapan selamat, pembuka pidato atau penutup pidato, atau di tengah-tengah saat ada celetukan."Makanya, harus ditanya mana buktinya yang membuat tidak nyaman. Bayangan saya, kelihatannya tidak seperti yang disampaikan persepsinya seperti itu," katanya.

Bahasa daerah, kata Emil, akan mewarnai penuturan dalam berbagai kesempatan yang mencirikan kekayaan dan keberagaman Indonesia.  "Makanya Pancasila, Bhineka Tunggal Ika itu mewakili semangat itu. Jadi, kalau ada yang rasis seperti itu, menurut saya harus diingatkan, tentunya dengan baik-baik dulu lah," katanya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
 
Berita Terpopuler