Menkes: Booster Heterolog Setengah Dosis demi Keamanan dan Operasional

Vaksin heterolog akan memberikan tubuh multiple protection

Muhammad Harrel (Mgj01)
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengemukakan alasan pemerintah memberikan vaksin booster heterolog setengah dosis untuk keamanan serta kemudahan operasional di lapangan. (ilustrasi)
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengemukakan alasan pemerintah memberikan vaksin booster heterolog setengah dosis untuk keamanan serta kemudahan operasional di lapangan.

Baca Juga


"Vaksin heterolog ini sudah banyak penelitiannya di luar negeri dan kenapa ini menjadi preferensi, karena memberikan 'multiple protection', jadi jenis antibodi yang kemudian disuntik booster heterolog menjadi akan lebih kaya dibandingkan dengan kalau itu homolog," kata Budi Gunadi Sadikin saat hadir di Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diikuti dari YouTube Komisi IX DPR RI di Jakarta, Selasa (18/1/2022).

Budi mengatakan Amerika Serikat adalah negara yang telah meneliti serta menerapkan pemberian setengah dosis Moderna. "Karena memang Moderna Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI)-nya tinggi. Jadi kita melihat bahwa diberikan setengah dosis akan jauh lebih aman," katanya.

Budi mengatakan kebijakan setengah dosis booster heterolog juga mempertimbangkan rekomendasi dari (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization/ITAGI) dan uji klinik dari konsorsium profesor Universitas Padjadjaran dan Universitas Indonesia serta sudah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Setelah kita lihat, rata-rata kalau vaksin primer itu mungkin 100-200 sudah tinggi sekali titer antibodinya. Begitu dia disuntik booster setengah dosis, itu naik ke level 7.500 sampai 8.000. Kalau kita ingat plasma konvalesen itu memberikan proteksi di level 250," katanya.Pemberian dosis penuh vaksin booster," kata Budi, menambah interval peningkatan titer antibodi rata-rata 500.

"Jadi kita melihat kalau sudah memberikan proteksi jauh di atas itu, beda 500 tidak terlalu signifikan," katanya.

Alasan berikutnya adalah kemudahan operasional dari para vaksinator di lapangan dalam memilih takaran dosis vaksin booster. "Kita juga melihat dari isu operasionalnya, jadi kalau ada yang vaksin heterolog ini setengah dosis, tapi ada juga yang satu dosis, kita lihat di operasionalnya akan lebih sulit," katanya.

sumber : antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler