KPK Panggil Delapan Saksi Terkait Kasus Wali Kota Bekasi
Mereka dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Walkot Bekasi nonaktif Rahmat Effendi.
REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil delapan saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang, jasa, danlelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat. Mereka dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (RE).
"Hari ini, pemeriksaan delapan saksi tindak pidana korupsi suap pengadaan barang, jasa, dan lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi untuk tersangka RE," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (19/1/2022).
Delapan saksi tersebut adalah Camat Bekasi Barat Maka Nachrowi, Lurah Margahayu Siti Sopiah, Lurah Jatirangga Ahmad Apandi, dan Bagus Kuncoro Jati alias Dimas selaku ajudan Rahmat Effendi. Selanjutnya Kepala Cabang PT MAM Energindo Pontianak Riko, Pengawas Proyek PT MAM Energindo Pontianak Djoko Juliantono, Tiwi selaku karyawan swasta, dan Miftah selaku pihak swasta.
Selain Rahmat Effendi (RE) yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, KPK pada Kamis (6/1) telah menetapkan delapan tersangka lain. Mereka adalah Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jatisari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL) sebagai penerima suap. Berikutnya, ada pula Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS) sebagai pemberi suap.
Dalam konstruksi perkara, diketahui Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran sebesar Rp286,5 miliar. Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp 21,8 miliar.
Di samping itu, ada pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar. Ada pula ganti rugi lain dalam bentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, tersangka Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek dimaksud serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan.
Kemudian sebagai bentuk komitmen, dia diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid. Uang diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan Rahmat Effendi, yaitu Jumhana Lutfi (JL) dan Wahyudin (WY).
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp 30 juta dari Ali Amril (AA) melalui M Bunyamin (MB).