Memaksimalkan Investasi Hidrogen Lewat Teknologi Digital
Survei Aspentech menyebutkan 65 persen dari 350 perusahaan akan investasi hidrogen

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pada Pertemuan World Economic Forum (WEF) Davos Agenda yang diselenggarakan Januari 2021, Bill Gates mengatakan perlunya menciptakan pasar karbon global terpercaya, yang akan memacu kebutuhan untuk mengalihkan investasi modal yang sangat besar ke wilayah rendah karbon. Dia berbicara secara khusus tentang ekonomi hidrogen, penangkapan karbon dan penyimpanan energi, serta green premium dan perlunya pendorongan ekonomi teknologi baru melalui penskalaan dan investasi.
Transisi energi terus berdampak pada ekonomi di seluruh rantai nilai energi. Namun, energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga angin dan matahari, secara geografis memiliki potensi yang tidak setara seperti tantangan bagi banyak negara bagian Asia yakni terbatasnya akses ke lokasi yang dapat menghasilkan tenaga surya atau angin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energinya. Hidrogen dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan energi dunia dan dapat dihasilkan secara bebas karbon.
Meskipun banyaknya tantangan, terlihat momentum yang kuat dari ekonomi hydrogen dan mungkin, sebagai alternatif zero-carbon yang signifikan beberapa wilayah. AspenTech mensurvei sekitar 340 perusahaan global pada Juni 2021, sebanyak 65 persen responden mengatakan mereka berencana untuk berinvestasi dalam hidrogen dalam lima tahun ke depan, sebagai solusi emisi gas rumah kaca.
Dua pertiga perusahaan berniat pindah ke hidrogen, namun ada perbedaan yang mengejutkan dalam langkah ini. Pakar mitigasi karbon terkemuka Robert Socolow, Universitas Princeton, menyebut fenomena ini sebagai colour wars dalam langkah menuju ekonomi hidrogen baru.
Robert menjelaskan saat ini 56 persen perusahaan berencana pindah ke Green Hydrogen, sementara 49 persen ke Blue Hydrogen, dan 25 persen memakai pendekatan Gray Hydrogen yang sudah mapan. Komunitas investasi berkelanjutan mendorong pendekatan Green, yang sebagian besar merupakan sintesis hidrogen dengan elektrolisis yang didorong secara eksklusif oleh energi terbarukan.
Namun, seberapa cepat, dan jauh skala pendekatan Green? Pada ADIPEC November 2021, guru energi Daniel Yergin memperingatkan bahwa Green Hydrogen mungkin dibatasi oleh ketersediaan molekul hijau. Dengan kata lain, ketersediaan energi terbarukan.
China telah mengumumkan niat negaranya berinvestasi penuh dalam Green Hydrogen. Banyak pragmatis energi, termasuk regulator di Eropa, mendorong pendekatan Blue, yang merupakan hidrogen dari proses reformasi yang diketahui, dengan penangkapan karbon dari gas buang, yang sedang dilakukan di lokasi, seperti Australia dan Korea saat ini. Organisasi, seperti PETRONAS dan Reliance di Asia, sedang mengejar inisiatif Green Hydrogen dan Blue Hydrogen.
Secara keseluruhan, hidrogen harus dilihat sebagai permainan inovasi ekonomi yang berskala dengan time-to-market, sebagai komponen penggerak. Dari sudut pandang penskalaan berbiaya rendah dan non-gesekan, pemain paling cerdik melihat pasar yang tersedia dimenangkan.
Memaksimalkan investasi hidrogen dengan teknologi digital
Dengan modal dan pendanaan untuk mendorong ekonomi hidrogen, pemain yang pintar akan melihat dampak gabungan dari kekuatan otak inovasi, kemampuan eksekusi proyek, dan teknologi digital berbasis AI industri dapat mengarah pada pertumbuhan dan pangsa pasar. Namun, ada tantangan yang harus diatasi, dan peluru perak terletak pada teknologi digital, yang bersifat mission-critical.
Pertama, diperlukannya mengurangi risiko ekonomi hidrogen sebagai suatu sistem. Untuk melakukannya, pandangan sistem end-to-end sangat penting, mencakup produksi Green Hydrogen atau Blue yang menggerakkan produksi hidrogen melalui energi terbarukan; penangkapan karbon; penyimpanan dan transportasi hidrogen; serta penggunaan akhir hidrogen. Setiap komponen perlu ditingkatkan, agar berhasil sebagai suatu sistem.
Di luar aliansi dan usaha patungan yang kuat diperlukan pendekatan kuantitatif untuk memecahkan titik lemah dalam sistem. Faktanya, sebagian besar modal intelektual dan keuangan yang tersedia harus diterapkan untuk membangun pemodelan risiko end-to-end di seluruh sistem.
Kedua, teknologi digital dapat meningkatkan keekonomian energi terbarukan pada sistem elektrolisis hidrogen. Ketiga, efisiensi dan keekonomian proses reformasi perlu ditingkatkan, dikombinasikan dengan penangkapan karbon.
Keempat, perlu untuk memajukan penanganan dan pengangkutan hidrogen yang aman maka diperlukan pendekatan yang lebih sederhana dan lebih aman untuk hidrogen kriogenik dan merampingkan penggunaan amonia sebagai pembawa. Kelima, teknologi digital dapat membantu meningkatkan ekonomi seputar sel bahan bakar.