Survei: Warga Kelas Menengah Inggris Cenderung Berprasangka Buruk pada Islam
Kurangnya kritik di Inggris yang menaruh perhatian pada Islamofobia.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebuah survei yang dilakukan oleh University of Birmingham mengungkapkan masyarakat kelas menengah dan atas di Inggris cenderung memiliki pandangan buruk tentang Islam daripada kelompok kelas pekerja.
Dalam salah satu survei paling rinci yang dilakukan tentang Islamofobia dan bentuk-bentuk rasialisme lainnya di Inggris modern, data menunjukkan 23,2 persen masyarakat dari kelompok sosial kelas menengah atas dan bawah memiliki pandangan buruk tentang keyakinan Islam dibandingkan dengan 18,4 persen masyarakat yang ditanyai dari kelompok kelas pekerja.
Survei yang dilakukan bersama dengan YouGov itu menemukan publik Inggris hampir tiga kali lebih mungkin memiliki pandangan berprasangka tentang Islam daripada agama lain. Sebesar 21,1 persen orang Inggris secara keliru percaya Islam mengajarkan pengikutnya Alquran harus dibaca benar-benar secara harfiah.
"Orang-orang dari latar belakang kelas atas dan menengah, yang mungkin berpendidikan universitas, yang merasa lebih percaya diri dalam penilaian mereka tetapi juga lebih cenderung membuat penilaian yang salah. Hampir seperti karena mereka lebih terdidik, mereka juga lebih tidak terdidik, karena begitulah Islam disajikan di masyarakat kita," kata penulis utama laporan tersebut Stephen Jones, dilansir di The Guardian, Rabu (26/1/2022).
Temuan ini disajikan dalam laporan berjudul The Dinner Table Prejudice: Islamophobia in Contemporary Britain. Survei didasarkan pada wawancara dengan sampel 1.667 orang antara 20 dan 21 Juli 2021.
Survei tersebut menemukan lebih dari satu dari empat orang dan hampir setengah dari pemilih Konservatif dan Kiri memiliki pandangan konspirasi tentang syariah. Sementara itu, Muslim adalah kelompok paling tidak disukai kedua di Inggris setelah wisatawan Gipsi dan Irlandia. Sebanyak 25,9 persen publik Inggris memiliki perasaan negatif terhadap Muslim.
Survei tersebut juga menemukan 18,1 persen masyarakat mendukung pelarangan semua migrasi Muslim ke Inggris, angka ini empat-enam persen lebih tinggi dari pandangan yang sama untuk kelompok etnis dan agama lain. Sementara itu, laporan tersebut menunjukkan kurangnya kecaman publik untuk Islamofobia.
Hal ini mengutip contoh anggota parlemen Konservatif Nadine Dorries yang mendukung pernyataan di Twitter yang dibuat oleh aktivis anti-Islam Stephen Yaxley-Lennon (juga dikenal sebagai Tommy Robinson) yang menjadi salah satu alasan mengapa prasangka begitu meluas.
Jones mengatakan ada kurangnya kritik yang menaruh perhatian pada Islamofobia dan itu tampaknya sesuai dengan cara Islamofobia ditangani dalam kehidupan publik. "Survei menunjukkan dengan cukup jelas itu adalah prasangka yang sangat luas. Tetapi Islamofobia tidak diberikan keseriusan yang sama seperti bentuk prasangka lainnya," kata Jones.
Jones mengatakan bentuk prasangka khusus ini tidak mendapatkan pengakuan yang semestinya. Karena itu, para peneliti merekomendasikan agar pemerintah dan tokoh masyarakat lainnya harus secara terbuka mengakui kurangnya kritik terhadap Islamofobia, dan bagaimana hal itu menonjol dibandingkan dengan bentuk-bentuk rasialisme dan prasangka lainnya.
Laporan tersebut juga menyarankan agar organisasi masyarakat sipil dan badan kesetaraan harus mengakui bagaimana misedukasi sistemik tentang Islam itu umum terjadi di masyarakat Inggris dan merupakan elemen kunci dari Islamofobia. "Tidak ada yang menyerukan undang-undang yang mengatur kritik terhadap agama, tetapi kita harus mengakui publik Inggris telah secara sistematis tersesat (salah terdidik) tentang tradisi Islam dan mengambil langkah-langkah untuk memperbaikinya," tambah Jones.