Lebih Parah Mana, Infeksi Omicron Vs Delta? Mengapa Bisa Begitu?
CDC AS mengungkap hasil studi yang membandingkan keparahan infeksi omicron vs delta.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Studi terbaru Amerika Serikat menemukan varian SARS-CoV-2 varian omicron menimbulkan keluhan yang lebih ringan dibandingkan delta. Infeksi varian baru dari virus penyebab Covid-19 itu menyebabkan masa rawat inap yang lebih pendek, lebih sedikit kebutuhan untuk perawatan intensif, dan sedikit angka kematian.
Persoalannya, varian omicron yang sudah menyebar cepat mengakibatkan rekor jumlah infeksi dan rawat inap hingga membebani sistem perawatan kesehatan AS. Namun, presentase pasien rawat inap yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) selama gelombang omicron saat ini berkurang.
Berdasarkan studi oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Morbidity and Mortality Weekly, jumlah pasien 26 persen lebih rendah dibandingkan selama gelombang delta. Hasil studi tersebut diterbitkan pada Selasa (25/1/2022).
Tingkat keparahan penyakit Covid-19 yang lebih rendah ini kemungkinan terkait beberapa hal. Cakupan vaksinasi yang lebih tinggi, penggunaan booster, dan infeksi sebelumnya yang memberikan perlindungan kekebalan disebut turut memengaruhi.
Ketika infeksi omicron berada pada puncaknya, yakni pada 19 Desember 2021 hingga 15 Januari 2022 di AS, angka kematian tercatat rata-rata 9 per 1.000 kasus Covid-19. Angka tersebut berbeda pada puncak musim dingin saat puncak gelombang delta, yaitu 16 per 1.000 kasus.
"Temuan ini konsisten dengan analisis data sebelumnya dari Afrika Selatan, Inggris, dan Skotlandia di mana infeksi dari omicron memuncak lebih awal daripada di Amerika Serikat," kata CDC, dikutip Reuters, Rabu (26/1/2022).
Menurut CDC, jumlah pasien anak-anak rawat inap yang tinggi karena tingkat vaksinasi yang lebih rendah dibandingkan orang dewasa. Anak-anak di bawah usia lima tahun belum memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin di Amerika Serikat dan tingkat vaksinasi di antara anak-anak yang lebih tua tertinggal dari orang dewasa.
Studi ini melibatkan analisis data dari database layanan kesehatan dan tiga sistem pengawasan. Mereka menilai karakteristik Covid-19 AS mulai 1 Desember 2020 hingga 15 Januari 2022.
Para penulis mengatakan, salah satu batasan penelitian ini adalah tidak dapat mengecualikan infeksi insidental di mana pasien yang dirawat karena alasan lain kemudian dinyatakan positif Covid-19 saat berada di rumah sakit. Itu dapat meningkatkan rasio rawat inap terhadap kasus dan memengaruhi indikator keparahan.