Jelang Satu Abad, NU Pamerkan Karya Ulama Nusantara
Nahdlatul Ulama (NU) memamerkan karya tulis dan kiprah ulama Nusantara
REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Menjelang usia satu abad, Nahdlatul Ulama (NU) memamerkan karya tulis dan kiprah ulama Nusantara dari abad ke-17 sampai abad ke-20. Pameran ini digelar di Balikpapan sebagai rangkaian acara pengukuhan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa kihdmat 2022-2027.
Pameran ini disiapkan oleh Nahdlatut Turots, sebuah konsorsium anak-anak muda Nahdlatul Ulama yang bergelut dalam melestarikan, mengkaji dan mempublikasikan turots ulama Nusantara. Organisasi ini sendiri secara resmi dideklarasikan di tengah pelaksanaan Muktamar ke-34 NU di Lampung pada 22-24 Desember 2021.
“Pameran turots ini diinisiasi beberapa kiai muda yang menginginkan apa yang mereka sebut Nahdlatul Turots yang berarti kebangkitan warisan intelektual ulama Nusantara,” ujar Ketum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf.
Pameran ini menampilkan sejumlah infografis, manuskrip tua, hingga cetak tua karya ulama yang langka. Juga ada sejumlah dokumen-dokumen langka dari Nahdlatul Ulama. Acara pameran ini digelar selama dua hari mulai Ahad (30/1) hingga Senin (31/1) malam.
Setidaknya ada dua tema yang diusung dalam pameran ini. Pertama, mengusung tema “Turots, Inspirasi Nusantara untuk Dunia Akhirat” yang menampilkan kekayaan karya tulis dan kiprah ulama Nusantara dari abad 17 hingga 20.
Di antaranya, karya-karya dari Syekh Yusuf al-Makasari, Syekh Khatib Sambas, Syekh Arsyad al-Banjari, Syekh Nurudin ar-Raniri, Syekh Abdussamad al-Palimbani, Syekh Nawawi al-Bantani, Syaikhah Fatimah al-Palimbani, Syekh Mahfudz at-Tarmasy, Syaikh Kholil al-Bangkalani, dan karya KH Hasyim Asy’ari Jombang.
Dalam pers rilis yang diterima Republika.co.id dijelaskan, ragam turots dari ulama Nusantara tersebut terangkai dalam satu kesatuan. Selain disambungkan dengan pemahaman Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) juga disatukan dengan sanad atau genealogi keilmuan yang terangkai dari abad ke abad.
Keterhubungan inilah yang kemudian menyatukan Nusantara. Para ulama yang memiliki latar belakang suku, geografis, dan kultur politik yang berbeda, terhubung dengan baik. Ketersambungan inilah yang kemudian nanti akan menjadi embrio dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Apa yang terbangun ratusan tahun oleh para ulama tersebut, terus berkesinambungan hingga masa kini. Hal tersebut, terepresentasi dari kiprah Nahdlatul Ulama. Hal inilah yang terangkum dalam pameran kedua yang bertajuk “Menyongsong Satu Abad, Kronik Perjalanan Nahdlatul Ulama”.
Pameran kedua ini memampangkan proses berdirinya dan perjalanan NU dari 1926 hingga 2022 ini. Tidak hanya berkutat dalam mendakwahkan Islam Aswaja, namun NU berkiprah sepenuh hati dalam memperjuangkan dan memajukan NKRI hingga beragam diplomasinya di dunia internasional. Inilah visi membangun peradaban yang canangkan oleh NU, sebagaimana para ulama terdahulu yang berkiprah tidak sekadar di Nusantara, namun juga di pusat-pusat peradaban dunia Islam.
Akan tetapi, turots yang merupakan khazanah yang begitu vital dalam membangun keberislaman dan kebangsaan ini, tak banyak dilirik oleh orang. Hanya segilintir orang saja yang memperhatikannya. Padahal, inilah warisan Nusantara yang patut untuk disampaikan ke dunia. Bagaimana pandangan-pandangan keagamaan para ulama Nusantara yang begitu moderat, mengakomodir budaya, hingga menyatu dengan sangat baik antara negara dan agama.
Pandangan-pandangan yang selama ini dianggap hanya sebagai local genius, sudah sepatutnya untuk diajukan sebagai alternatif dalam menjawab beragam krisis di dunia saat ini. Tidak hanya krisis keagamaan, tapi juga krisis peradaban yang kerap meluluhlantakkan nilai-nilai humanisme.
Urgensi turots itulah yang ingin dikemukakan dalam pameran yang berlangsung selama dua hari ini. Menggugah kesadaran bersama untuk menggali tambang emas intelektualisme Islam dan Nusantara ini. Menguatkan ruh dari simpul-simpul yang sejatinya menyatukan bangsa Indonesia.