LSM Palestina Ambil Langkah Hukum Usai Dituduh sebagai 'Teroris'
Enam LSM Palestina ditetapkan sebagai 'organisasi teroris' oleh Israel.
REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Sebanyak enam kelompok masyarakat sipil Palestina dan organisasi hak asasi manusia yang beroperasi di Tepi Barat telah mengajukan keberatan kepada otoritas kehakiman Israel. Mereka mengambil langkah hukum setelah ditetapkan sebagai "organisasi teroris".
Kelompok itu menolak ketetapan yang menyatakan mereka sebagai perkumpulan yang melanggar hukum. Perintah itu dikeluarkan atas perintah Kepala Komando Pusat militer Israel, Mayor Jenderal Yehuda Fuchs.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Palestina tersebut menuding tuduhan terorisme dilakukan tanpa proses yang semestinya. Para aktivis LSM Palestina menunjukkan bukti-bukti pendukung yang ditunjukkan Israel didasarkan pada intelijen rahasia dan tidak dapat diungkapkan.
Mereka lantas mengambil tindakan hukum formal pertama dalam sistem Israel untuk membatalkan keputusan tersebut. Sebelumnya, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mendeklarasikan mereka sebagai "organisasi teror" pada Oktober 2021.
Gants mengatakan, mereka telah secara efektif beroperasi sebagai perpanjangan tangan dari Front Pembebasan Palestina (PFLP). Organisasi ini diketahui sebagai gerakan yang telah melakukan serangan terhadap Israel yang menjajah Palestina.
"Keenamnya (LSM) merupakan jaringan organisasi yang aktif menyamar di front internasional atas nama PFLP untuk mendukung aktivitasnya dan memajukan tujuannya," tulis pernyataan Kementerian Pertahanan Israel, dilansir dari Asharq Al-Awsat pada Jumat (4/1/2022).
Pernyataan ini menuduh kelompok-kelompok tersebut menyamar sebagai organisasi masyarakat sipil, padahal sebenarnya dikendalikan oleh PFLP dan menampung banyak aktivis PFLP. Kelompok-kelompok tersebut dituduh melakukan penggalangan dana untuk PFLP, terutama melalui penerimaan sumbangan dari negara-negara Eropa dan organisasi internasional.
Kelompok-kelompok tersebut adalah al-Haq, Defense of Children International-Palestine (DCI-P), Addameer, Bisan Center, Komite Persatuan Perempuan Palestina, dan Komite Persatuan Kerja Pertanian. Mereka sebelumnya telah meminta dukungan internasional untuk membatalkan keputusan yang berpotensi membahayakan perannya dalam melakukan pekerjaan kemanusiaan.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, faksi, dan institusi Palestina, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa menolak ketetapan Israel. Mereka berusaha menekan Israel untuk membatalkan keputusan tersebut.