KPA Desak Kapolri Usut Tindakan Represif Polisi di Wadas
Kapolda juga diminta segera menarik mundur seluruh aparat kepolisian dari Desa Wadas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengutuk tindakan represif aparat kepolisian dan pengukuran paksa tanah warga di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah. KPA mendesak Kapolri mengusut insiden yang diwarnai aksi intimidasi, kekerasan, dan penangkapan puluhan warga itu.
"KPA mendesak kepada Kapolri untuk segera mengusut tuntas berbagai tindakan pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian di Desa Wadas," kata Sekretaris Jendral KPA, Dewi Kartika dalam keterangan tertulisnya yang diterima Republika, Rabu (9/2/2022).
KPA juga mendesak Kapolri Listyo Sigit Prabowo segera mengevaluasi peran dan keterlibatan aparat kepolisian dalam penanganan konflik agraria. Dewi juga mendesak Kapolda Jawa Tengah segera menginstruksikan seluruh jajarannya menghentikan tindakan intimidasi dan kekerasan di lapangan. Kapolda juga diminta segera menarik mundur seluruh aparat kepolisian dari Desa Wadas.
Ia juga mendesak polisi segera membebaskan warga desa yang ditangkap. "KPA mendesak Kapolres Purworejo segera membebaskan seluruh warga dan pendamping yang ditangkap saat mempertahankan hak atas tanah," ujarnya.
Sebelumnya, Selasa (8/2/2022), aparat kepolisian bertindak represif dan "brutal" di Desa Wadas. Sejak pagi harinya, ribuan aparat kepolisian memasuki desa untuk mengawal proses pengukuran tanah yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Purworejo.
Aparat lantas mencopot berbagai poster yang berisikan penolakan terhadap rencana pertambangan. Mereka juga mengepung dan menangkap warga yang sedang melakukan mujahadah di masjid yang berada di Dusun Krajan.
Aparat lalu mendatangi ibu-ibu di posko-posko jaga, merampas besek, pisau dan peralatan untuk membuat besek yang merupakan kegiatan wadon Wadas dalam menjaga kebudayaan lokal. Aparat kepolisian juga merazia telepon genggam dan memasuki rumah-rumah warga tanpa seizin pemilik rumah, diiringi bentakan dan makian.
Dalam insiden itu, total aparat menangkap 60 warga desa tanpa prosedur yang jelas. Dewi menjelaskan konflik agraria ini berawal dari rencana pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN), yakni Bendungan Bener. Material batu andesit untuk pembangunan bendungan tersebut akan diambil dari bukit di Wadas dengan area seluas 124 hektare.
Mayoritas warga Desa Wadas menolak rencana penambangan batu andesit itu. Mereka enggan melepaskan tanahnya untuk penambangan.
Baca juga : Mahfud Nilai tidak Ada Pelanggaran Hukum Pembangunan Waduk di Desa Wadas