ILO Prihatin Atas Kebijakan Ketenagakerjaan China di Xinjiang
ILO menyebut ada praktik diskriminasi di Xinjiang
REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Komite Organisasi Buruh Internasional (ILO) telah menyatakan keprihatinan mendalam atas kebijakan ketenagakerjaan China di wilayah Xinjiang. ILO menyebut ada praktik diskriminasi di sana.
"Komite menyatakan keprihatinan yang mendalam sehubungan dengan arah kebijakan yang dinyatakan dalam berbagai kebijakan nasional dan regional serta dokumen peraturan dan permintaan, karena itu (meminta) pemerintah meninjau kebijakan nasional dan regional dengan maksud untuk menghilangkan semua perbedaan, pengecualian atau preferensi,” kata ILO dalam laporannya terkait kebijakan di Xinjiang yang dirilis Kamis (10/2/2022) dilaporkan Reuters, Jumat (11/2/2022).
Dalam laporannya, komite ILO memeriksa sejumlah tuduhan oleh Konfederasi Serikat Buruh Internasional. Salah satu tudingan itu menyebut Beijing telah menggunakan program kerja paksa yang "luas dan sistematis" di seluruh Xinjiang. Praktik tersebut dinilai melanggar Konvensi Kebijakan Ketenagakerjaan.
ILO turut mencantumkan tanggapan China dalam laporannya. Beijing dengan tegas membantah tuduhan-tuduhan terhadapnya. Mereka menyebut tudingan itu keliru dan bermotivasi politik. Terlepas dari bantahan tersebut, komite ILO meminta China mencabut ketentuan “yang memberlakukan tugas deradikalisasi pada perusahaan dan serikat pekerja” di Xinjiang. Mereka pun meminta Beijing mengubah ketentuan reedukasi politik.
Komite ILO adalah badan independen yang terdiri dari 20 ahli hukum. Mereka bertugas memberikan evaluasi independen dan objektif terhadap penerapan standar ketenagakerjaan global oleh semua negara anggota. China telah menjadi anggota ILO sejak 1919. Negeri Tirai Bambu pun sudah terlibat dalam meratifikasi banyak konvensi yang mengikat secara hukum.
China telah konsisten membantah laporan yang menyebut ada pelanggaran HAM sistematis di Xinjiang, termasuk penahanan lebih dari satu juta masyarakat Uighur. Namun Beijing tak menampik tentang adanya pusat-pusat pendidikan vokasi di sana. Pusat itu sengaja didirikan untuk memberi pelatihan keterampilan dan keahlian kepada warga Uighur dan etnis minoritas lainnya. Dengan demikian, mereka dapat bekerja dan angka pengangguran di Xinjiang dapat berkurang.