Kekebalan Booster Terhadap Covid-19 Menurun dalam Empat Bulan

Meskipun perlindungan menurun seiring waktu, dosis ketiga masih sangat efektif.

Antara/Rivan Awal Lingga
Menurut studi CDC AS, kekebalan terhadap penyakit Covid-19 parah mulai berkurang atau menurun empat bulan setelah menerima dosis ketiga (booster) vaksin mRNA (Pfizer, Moderna). (ilustrasi)
Rep: Santi Sopia Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah studi nasional dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) menunjukkan, kekebalan terhadap penyakit Covid-19 parah mulai berkurang atau menurun empat bulan setelah menerima dosis ketiga (booster) vaksin mRNA (Pfizer, Moderna). Kekebalan yang yang diamati setelah gelombang varian delta dan omicron ini mirip dengan bagaimana efektivitas berkurang setelah dua dosis vaksin mRNA.

Baca Juga


Meskipun perlindungan menurun seiring waktu, dosis ketiga masih sangat efektif untuk mencegah penyakit parah akibat Covid-19. Sampai penelitian ini dilakukan, sedikit yang diketahui tentang daya tahan perlindungan setelah tiga dosis, terutama selama periode dominasi delta atau omicron di AS.

Brian Dixon dari Regenstrief Institute and Indiana University,  mengatakan vaksin mRNA, termasuk suntikan booster sangat efektif tetapi efektivitasnya menurun seiring waktu. Temuan studi menunjukkan bahwa dosis tambahan mungkin diperlukan untuk mempertahankan perlindungan terhadap Covid-19, terutama bagi populasi berisiko tinggi.

Studi juga menemukan, hanya setengah dari orang-orang hispanik yang kemungkinan bisa mendapatkan dosis vaksin ketiga dibandingkan orang-orang kulit putih.

“Itu membuat orang-orang hispanik lebih rentan terhadap Covid-19 parah dan menyoroti perlunya pejabat kesehatan masyarakat untuk melipatgandakan upaya untuk melindungi populasi yang rentan ini,” ujar Dixon seperti dilansir di Medical News Net, Senin (14/2/2022).

Menurut CDC, pada 8 Februari 2022, di antara orang Amerika berusia 65 tahun atau lebih yang menerima dosis booster 72,3 persen adalah orang kulit putih. Lalu 8,9 persen adalah orang hispanik, dan 7,6 persennya orang kulit hitam. 

Tingkat di antara orang-orang yang hitam atau hispanik lebih rendah dari proporsi kelompok-kelompok dengan dua dosis, dan proporsi ini lebih rendah dari persentase populasi AS.

Ada perbedaan bagi yang telah menerima dosis ketiga di AS. Dalam dua pekan terakhir, tingkat vaksinasi yang lebih tinggi telah diamati di antara kelompok-kelompok minoritas, yaitu 16,9 persen dari booster di antara orang hispanik dan 12,7 persen dari kulit hitam. 

Dalam studi tersebut, di antara pasien kulit putih di UGD, 12 persen telah menerima dosis ketiga dibandingkan dengan tujuh persen pasien hispanik, dan enam persen pasien berkulit hitam. Perbedaan serupa dalam pemberian dosis ketiga diamati di antara pasien yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19 parah.

Secara keseluruhan, penelitian tersebut melaporkan bahwa individu dengan dosis kedua dan ketiga dari vaksin mRNA memiliki perlindungan yang lebih besar terhadap rawat inap (penyakit parah). Efektivitas vaksin juga lebih rendah secara keseluruhan selama periode omicron dibandingkan selama periode delta.

Setelah dosis ketiga, perlindungan terhadap rawat inap terkait varian delta di AS menurun dari 96 persen dalam dua bulan menjadi 76 persen setelah empat bulan atau lebih. Efektivitas vaksin terhadap rawat inap terkait varian omicron adalah 91 persen selama dua bulan pertama menurun menjadi 78 persen pada empat bulan.

Menurut rekan studi, Shaun Grannis, dari Indiana University School of Medicine, temuan studi mengonfirmasi pentingnya dosis ketiga vaksin mRNA Covid-19 untuk mencegah penyakit sedang hingga berat. Hal itu terutama di antara mereka yang memiliki penyakit penyerta. 

Perlindungan yang diberikan oleh vaksin mRNA berkurang dalam beberapa bulan setelah dosis vaksin ketiga. Hal tersebut mendukung pertimbangan lebih lanjut dari dosis booster untuk mempertahankan perlindungan terhadap penyakit Covid-19 sedang hingga berat.

Studi diterbitkan dalam Morbidity and Mortality Weekly Report CDC. CDC bekerja sama dengan enam sistem perawatan kesehatan AS ditambah Regenstrief Institute, untuk menciptakan jaringan VISION guna menilai efektivitas vaksin Covid-19.

Selain Regenstrief Institute, anggota lainnya adalah Columbia University Irving Medical Center, HealthPartners, Intermountain Healthcare, Kaiser Permanente Northern California, Kaiser Permanente Northwest dan University of Colorado. Regenstrief menyumbangkan data dan keahlian ke VISION Network. Penulis penelitian ini berasal dari 10 negara bagian dan 14 institusi, termasuk sektor publik, penelitian, klinis, dan akademisi. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler